Monday, December 18, 2006

@ 031 : Maaf itu Tidak Cukup SMS

Di era informasi seperti sekarang ini gaya hidup orang kampung yang ke kota menjadi digital. Perkembangan teknologi telekomunikasi mendukung hal tersebut. Sejak telepon genggam menjadi kacang goreng gaya hidup-pun diubah. Untuk berkomunikasi tak harus bertatap muka cukup tekan nomor, kring sambung, terus ngobrol deh.

"Lu lagi dimana nich?" sering diucapkan satu sama lain. Hal ini untuk mengetahui keberadaan tempat lawan bicara kita. Edan, dimana saja kapan saja kita bisa ngobrol dengan orang yang kita inginkan. Yang penting punya uang dan sanggup bayar pulsa tak perduli apakah obrolan itu penting apa tidak, mungkin sudah tertancap di benak tiap kepala. Suatu kemajuankah ini atau sekedar hidup gaya ? terserah anda menilainya.

Lebaran, bertukar pesan singkat (SMS) sepertinya hukumnya sudah wajib. Saling bermaafan lewat jalur pesan singkat dianggap sudah cukup mewakili. Tak jadi soal kalau memang tidak memungkinkan untuk bertemu di kemudian hari, tapi kalau memungkinkan untuk bersilaturahmi tentu hal ini akan menjadi lain cerita. Jika alternatif kedua ini kita alami maka kebiasaan bermaafan lewat pesan singkat tersebut cenderung memutuskan tali silaturahmi.

Anggapan bahwa dengan mengirim maaf lewat pesan singkat itu sudah cukup, tanpa perlu datang ke rumahnya padahal sebenarnya kita mampu saya pikir adalah keliru. Hidup gaya seperti ini yang membuat manusia itu hilang sifat manusianya. Kunjung mengunjungi, memuliakan tamu, menjadi tuan rumah yang baik mungkin akan menjadi hal yang aneh, tidak masuk akal dan tidak wajar suatu saat nanti. Gak percaya ? tanyakan saja pada orang yang suka kirim maaf lewat pesan singkat tersebut.

Beberapa pesan singkat waktu lebaran kemarin :
  • Minal aidin walfaizin.mohon maaf.lahir.dan batin.Tempat. Bodo disik (A**p**n)
  • Minal aidin walfaidzin. Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1427 H. Mohon maaf lahir batin. - w**k*to & kel.
  • Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. Shiyamana Wa Shiyamakum. Selamat Idul Fitri 1427 H. Minal aidin wal faidzin. (W*dy*tm*ko & KEL)
  • Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon maaf lahir & batin -N*n**n-
  • Allahuakbar..3x sy mngucapkan slamat Idul Fitri mhn maaf lhr batin. smoga kita kmbli ke fitri dan hikmah ramadhan selalu melekat pd diri kita - W*ld*n F -
  • Izinkanlah kdua tngn memohon maaf Atas lisan yg tak t'jaga,janji yg t'abaikan,skp yg prnh m'yakitkan mohon Maaf lahir&batin Minal aidin wal faidzin -w**nu&ke.-
  • Taqabbalallahu minna wa minkum, semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita. Selamat Hr Raya Idul Fitri 1 Syawal 1427 H, mohon maaf lahir & batin (H**s Z*k*ri*)
  • Putih kapas-putih asap, lalu lenyap dihembus angin, pekat dosa-salah & khilaf, tercuci bersih di hari fitri, taqobalallahuminna waminkum, maaf lahir batin - c*t*r
  • Mas Dwi mohon maaf lahir batin. Kik
  • ALLaH mndahulukn maafNYA drpd amarahNYA. Tlah kmi sgrakn m'beri maaf jauh sblum kmi mndmba curahn maaf..Raih kmenangn dgn sjuta maaf! Allahuakabar! * h*pp*-*y*n
  • Pasti ada kesalahan yg saya perbuat. Melalui pesan kilat ini saya meMohon maaf sebesar-besarnya maaf. Minal Aidzin Wal Faidzin. B*D* S*N*RK*
Gimana, lucu-lucu bukan? Dari 11 sampel pesan singkat tersebut hanya satu orang yang bersilaturahmi dengan saya. Bagaimana dengan anda? Masih banyak pesan singkat lain sebenarnya, nanti kalau ada waktu saya sambung lagi.

(c) dps ~
Kemayoran - Jakarta, 5 November 2006 - 09:00

Sunday, December 17, 2006

@ 030 : Mbah Yem hanya Jual Pecel

Pagi itu cuaca cerah, sejuk, dan tenang, hanya satu dua kendaraan saja yang melintas di jalanan ibu kota. Seperti biasa hari libur seperti ini aku gunakan untuk berolahraga di monas, lari-lari kecil sambil mengenolkan pikiran ruwet yang masih singgah di kepala. Badan sehat dan pikiran yang tenang adalah nilai mahal buat warga ibu kota. Mengapa ? tekanan rutinitas yang tinggi mungkin salah satu penyebabnya.

Sehabis olahraga kegiatan berikutnya adalah mencari makanan atau barang-barang seperti kaos, baju, sandal, dan aneka pernik yang disediakan pedagang kaki lima. Belanja di pinggiran seperti ini membawa kenikmatan tersendiri. Selain harganya murah, barang-barang tersebut juga belum tentu ada di mal atau supermarket.

Sebut saja namanya mbah Yem, usianya sudah tidak muda lagi. Kerut di wajahnya sekilas menggambarkan betapa kerasnya hidup yang beliau jalani. Putaran waktu perlahan mengikis parasnya dan mengantar mbah Yem ke ujung kehidupan, dambaan setiap insan tentu saja.

Di usianya yang senja, mbah Yem tidak seperti mbah-mbah yang lain. Kalau mbah-mbah yang lain menikmati hari tuanya di rumah, dihibur cucu, dirawat anak dan menantu maka tidak demikian dengan mbah Yem, masa tuanya beliau habiskan di jalan untuk jual nasi pecel.

Segera aku pesan satu kepadanya, nasi pecel yang enak susah dicari di kota ini. Sayur, sambal, peyek dan tempe goreng racikan mbah Yem ini asli, asli buatan kampung tidak seperti pecel restoran. Bungkusnya-pun menggunakan daun pisang bukan kertas.

Belum lama kusantap pecel pincuk buatan mbah Yem datang beberapa petugas tramtib menertibkan keadaan. Rupanya para pedagang kaki lima termasuk mbah Yem ini dianggap berdagang melintasi batas wilayah yang dibolehkan. Hal ini membuat petugas tramtib tersebut marah. Mbah Yem-pun kena getah, beliau dibentak-bentak si kupret oknum tramtib itu.

Kurang lebih seperti ini, "Mbah jangan disini dong jualannya, agak kesana, udah tua gak tahu diri juga, entar aku bawa nich dagangannya" ketus si kupret dengan nada tinggi. Semua terjadi di depanku, seorang tua yang disisa umurnya berjuang untuk menyambung hidup dibentak-bentak oleh si kupret muda dan semua orang membiarkannya termasuk aku yang hanya diam menyaksikan, bodoh sekali memang aku ini.

Apakah si kupret itu tidak pernah diajari sopan santun, apakah si kupret itu tidak mengerti arti tata krama, apakah si kupret itu tidak akan tua dan menjadi tua seperti mbah Yem, apakah si kupret itu harus represif kepada orang seperti mbah Yem, apakah si kupret itu tak berhati, benar-benar kupret si kupret itu.

Mbah Yem, di penghujung usiamu ini, dimanakah anak cucumu, dimanakah sanak saudaramu. Tetesan keringat dan perjuanganmu dalam hidup ini sungguh mulia. Tak sepantasnya dirimu diperlakukan seperi ini meski atas nama ketertiban sekalipun. Dirimu tidak mengganggu ketertiban, dirimu tidak merepotkan, dirimu bukan penjahat, dirimu adalah orang yang mulia.

Ya Allah, ampunilah dosa mbah Yem, lindungilah beliau, bimbinglah, dan tempatkan beliau di tempat yang mulia disisi-Mu, Amin...

(c) dps ~
Palmerah - Jakarta, 18 Desember 2006 - 0:47

Sunday, December 10, 2006

@ 029 : Pendekar Sastra Pergi

Kemarin Sabtu, 29 April 2006 saya ke Gramedia Mataraman, ingin membeli buku yang ditulis Pramoedya, buku apa saja. Saya hampiri komputer pencari terus ketik kata kunci Pramoedya pada bagian pengarang. Monitor segera menampilkan informasi yang saya butuhkan, masih segar di kepala, rak 4001 disitulah buku Pramoedya diletakkan.

Ada beberapa buku yang menutupi buku Pramoedya di rak tersebut. Saya ambil buku-buku itu dan saya letakkan di rak bawah. Harapan saya, biar bukunya Pramoedya terlihat lalu ada orang yang membelinya. Karena menurut saya, buku Pramoedya itu mengajak kita menyelami masalah dari perspektif lain. Cerita yang disampaikannya lugas dan alurnya enak untuk diikuti, membacanya tidak capek dan penuh wawasan baru. Satu buku yang menarik saya malam itu adalah Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.

Di bagian belakang buku tersebut tertulis "Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain". Hal ini mengingatkan saya kepada tulisan Soekarno "een natie van koelis en een koeli van naties" bangsa yang terdiri atas kuli dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa. Apakah Pramoedya terinspirasi oleh Soekarno ? setahu saya memang beliau mengaguminya.

Hari ini Minggu, 30 April 2006 pukul 12:00 di buletin siang saya mendengar bahwa Pramoedya telah pergi untuk selamanya, setengah tak percaya rasanya, kaget. Pramoedya adalah salah satu penulis terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, mungkin juga dunia. Berbagai penghargaan internasional pernah beliau dapat, bahkan pernah dinominasikan sebagai pemenang nobel dalam bidang sastra.

Pramoedya adalah orang yang dibesarkan oleh zaman, apakah putaran zaman akan melahirkan kembali orang besar seperti beliau, entahlah.

Hari ini Indonesia telah kehilangan penulis terbaiknya, mungkin juga dunia. Selamat jalan sang maestro...

(c) dps ~
Kemayoran - Jakarta, 30 April - 13:30

@ 028 : Lucu atau Menipu

Televisi tidak hanya barang elektronik tetapi juga merupakan media komunikasi informasi. Di belakang industri TV ada beberapa industri yang menyokongnya, mulai dari busana, boga, RP (Rumah Produksi), iklan, dan lain-lain. Sebagai media komunikasi TV memungkinkan digunakan untuk propaganda, menghegemoni, mereproduksi ketaatan, bahkan memproduksi candu buat masyarakat. Meski ada nilai baiknya, dari sudut ini jelas tujuan positif yang diemban seperti mencerdaskan misalnya, terasa jauh.

Ada orang berambut kribo sedang ngobrol sama temannya yang agak plontos. Si kribo memberitahu kepada si plontos kalau sepeda motor yang dipinjamnya hilang. Tak lama si plontos mendapat pesan singkat / sms setelah itu dia ketawa ngakak dan si kribo menyambutnya dengan muka bingung.

Begitulah kira-kira isi tayangan sebuah iklan jasa sms. Apa yang ingin disampaikan pihak peng-iklan itu benar-benar membuat tak habis pikir. Karena mendapat pesan singkat / sms "hepi" kehilangan sepeda motor pun seolah-olah dianggap wajar dan bukan suatu masalah besar, sangat tidak mendidik. Lucu atau menipukah?

Disinilah terjadi pendistorsian nilai-nilai yang sengaja dihembuskan untuk suatu tujuan yaitu laku. Proses pembodohan sedang berlangsung dan kita menyaksikannya secara sadar. Tiada yang salah sebab iklan adalah sesuatu yang bersifat membujuk. Tak aneh jika untuk membujuk tadi sesuatu harus dilebih-lebihkan memang. Tapi kalau membujuknya sudah seperti ini saya pikir sangat menggemaskan. Negara ini rindu orang yang cerdas dan mencerdaskan.

Ah sudahlah, mungkin enakan nonton acara jorok di tivi! Gampang, murah, gak perlu mikir, dan perlu. Jadi goblok? Ah, buat apa pinter-pinter? Ntar pusing plus aneh! Makanya tak heran kalau ada anekdot bahwa otak orang indonesia paling mahal, wong gak pernah dipakai mikir dan kalau dipakai-pun mungkin buat melamun.

(c) dps ~
Palmerah - Jakarta, 26 Mei 2006 - 16:47

Thursday, December 07, 2006

@ 027 : Jus Poligami

Ketika sedang buka puasa bersama Sabtu, 14 Oktober 2006 di sebuah warung ayam , penulis disodori menu. Dalam daftar menu tersebut, ada yang sedikit menggelitik perhatian. Di deretan menu minuman jelas tertulis jus poligami. Rasa penasaran yang terbangun spontan mencoba untuk menelisik, hal seperti itu sering penulis biarkan liar. Keputusan segera diambil, dipesanlah minuman tersebut jus poligami tentu saja.

Dari seberang meja seorang teman (KA) mencoba bercerita. Dia mengatakan bahwa minuman ini paling di benci oleh ibu-ibu. "Masak sih ?" jawab penulis mencoba menggali lebih jauh. "Bukan hanya minuman ini saja, warungnya juga" imbuh KA. "Emangnya kenapa ?" tanya penulis. "Ya kamu tahukan, nama jus itu diambil dari gaya hidup yang dilakoni pemillik warung. Jumlah buah di jus itu ada empat, ini adalah jumlah istrinya" jawab KA mencoba mencerahkan. "Ooo, begitu ya" sahut penulis paham.

Terlepas benar atau salah cerita KA penulis tidak mau menggali lebih dalam, sebab jika ditanya darimana kamu tahu informasi tersebut. Mungkin KA akan menjawab katanya orang-orang sih, tebak penulis dalam hati. Selain itu, keberadaan penulis disitu dalam acara Bonansa (Obrolan Santai di Bulan Puasa) bukan untuk wawancara.

Poligami kembali mengangkasa dewasa ini bahkan sampai membawa negara ke dalam pusarannya. Ada yang menganggapnya sunah ada yang keras menentangnya. Fenomena apakah ini, bisa kita lihat dari multi perspektif. Bagi seorang muslim yang menganggapnya sunah merujuk kepada Nabi dan QS An-Nisa, 2-3. Agama yang dipahami secara parsial tanpa menengok lebih dalam tentu membahayakan. Dalam kasus ini, wanita sering menjadi korban. Apakah semua yang dilakukan nabi harus diikuti, siapakah yang berhak menafsirkan Kitab Suci, rasanya otak saya terlalu kecil untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Anda tentu pernah mendengar ungkapan boleh berpoligami asal bisa berlaku adil. Entah darimana asal-usulnya jargon tersebut, penulis menggarisbawahi kata adil. Secara eksplisit jargon tersebut justru melarang poligami karena sejatinya yang punya sifat adil hanyalah Tuhan, manusia tidak mempunyainya. Yang dapat diusahakan adalah pengejawantahan sifat-sifat Yang Maha Absolute tersebut. Jadi adilnya manusia itu adalah adil-adilan, adil yang parsial.

Dulu, di waktu kecil tentu pernah mendengar bahwa jumlah wanita dan laki-laki adalah empat dibanding satu. Jadi wajar kalau laki-laki punya istri lebih dari satu. Anehnya kita menerima dan percaya bulat-bulat dengan hal tersebut, terkadang sampai sekarang. Perhatikan teman anda yang suka mengatakan "Hari gini, punya cewek cuma satu" atau "Cewek lebih banyak dari cowok, kok masih jomblo" yang biasa terlontar dalam canda. Tanpa disadari, mungkin di dalam pikiran teman anda tersebut tertanam paradigma empat dibanding satu itu. Asumsi penulis, paradigma tersebut di sebarkan oleh orang yang menafsirkan Kitab Suci dengan ideologi patriarki yang menganut paham poligami, ini baru penulis ketahui kini.

Daripada selingkuh, mending poligami. Maraknya pelacuran itu karena perempuan tidak mau dimadu. Sahwat laki-laki yang berlebih harus disalurkan. Logika seperti ini terbalik, jika diikuti hanya akan melegalkan perselingkuhan / perzinahan, bahkan membawa seks bebas ke dalam zona suci. Poligami justru bentuk ekspresi ketidaksetaraan, perempuan ditempatkan lebih rendah dari laki-laki (MM Billah).

Ada suatu kasus dalam sebuah keluarga dimana istri sangat senang jika suaminya berpoligami. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata ada masalah seks yang tidak beres dalam keluarga tersebut. Sahwat suami sangat besar jadi istri sangat senang sekali jika suaminya berpoligami, hitung-hitung berbagi penderitaan. Tidak hanya manajemen qolbu tapi kita juga butuh manajemen sahwat (aktivis perempuan Nahdlatul Ulama Musdah Mulia).

Bagaimanakah dengan anda, apakah setuju atau katakan tidak untuk poligami. Mungkin inilah yang disebut perbedaan itu adalah rahmat. Dengan berbeda tidak harus saling meniadakan, disinilah terjadi negosiasi identitas. Yang jelas jus poligami itu halal...

salam jus poligami

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 7 Desember 2006 - 04:00

Tuesday, December 05, 2006

@ 026 : Sekolah <> Cari Uang

Paradigma kita tentang pendidikan harus diubah, tujuan sekolah itu untuk menuntut ilmu bukan mencari uang. Perkara dengan ilmu tadi kita bisa mencari uang itu soal lain.

Tak bisa dipungkiri memang masih banyak sekolah yang diproyeksikan untuk kebutuhan industri. Dengan bersekolah manusia dicetak menjadi mesin produksi, pesanan sebuah perusahaan. Anda tentu masih ingat dengan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) bukan, itu adalah salah satu contohnya. Contoh lain adalah adanya beasiswa perusahaan dan minat calon siswa yang memilih sekolah A karena pengen bekerja pada perusahaan B.

Selain itu, tidak hanya cara belajar kita yang merupakan pesanan industri, dunia pendidikan-pun dewasa ini juga sudah menjadi sebuah industri. Wacana swastanisasi perguruan tinggi adalah fenomena nyata yang bisa kita tangkap. Sekolah berbiaya mahal adalah kabar lumrah yang sering memerahkan telinga.

Dari sisi lain lembaga pendidikan dijadikan tempat indoktrinasi. Akibatnya terjadilah dehumanisasi terhadap manusia itu sendiri. Disini jelas, esensi pendidikan tidak tercapai, slogan mencerdaskan dan mencerahkan serasa sangat jauh tapi itulah problematika dunia pendidikan kita, yang perlu dibenahi.

1. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu pola pikirnya jauh lebih bagus ketimbang STM ya?
Menurut mas TCO pola pikir anak lulusan SMP dengan STM itu lebih bagus mana? Pola pikir seseorang memang tidak ditentukan apakah dia S1, D3, STM, atau SD. Tapi dari kemauannya yang kuat untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu salah satu jalannya adalah dengan sekolah. Jadi dengan sekolah setinggi mungkin diharapkan kemampuan normatif, kognitif, afektif dan psikomotorik anda berkembang.

2. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu jauh lebih pinter dari STM ya?
Bisa ya bisa tidak, sangat bergantung kepada si S1 dan si STM itu sendiri. Jawabannya ada di no 1.

3. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu lebih bisa menguasai bahasa asing ketimbang STM ya?
Jawaban sama dengan pertanyaan ke-2.

4. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu jauh lebih dewasa dari pada STM ya?
Jawaban sama dengan pertanyaan ke-3

Manusia yang mepunyai modal kecerdasan bagus sangat disayangkan jika tidak digunakan dengan maksimal. Ibarat Komputer, Prosessor yang cepat, Harddisk yang besar, Memori yang gede kan sayang jika hanya digunakan untuk aplikasi Ms Office saja. Dari sini saya hanya ingin mengatakan bahwa sekolah (menuntut ilmu) itu penting dari buaian sampai liang lahat.

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 17 November 2006 - 16:00

Thursday, November 30, 2006

@ 025 : Bertemu Kawan Lama

Hari itu adalah Sabtu, tepatnya 19 November 2006, udara di Djakarta sangat panas menyengat. Dalam kondisi seperti ini tentu membuat malas untuk beraktivitas di luar rumah. Sinar matahari adalah musuh yang harus dihindari, anggapan seperti ini saya pikir jauh benar dari benar.

Hari itu aku punya janji akan mengantar seseorang untuk membeli komputer mini (notebook) di Harco Mangga Dua. Dengan si legenda kecil kuikuti saja jalan ini, jalan yang kuharap membawa ke arah tujuan. Lalu lintas di sekitar Gunung Sahari macet total, penyebabnya adalah jumlah kendaraan yang tak lagi sebanding dengan ruas jalan.

Tempat parkir motor di Harco ada di lantai bawah (basement). Dari arah pintu masuk, kita belok kanan terus belok kiri baru masuk ke bawah gedung. Sampai di ruang parkir aku langsung lepas jaket, panas dan macet di jalanan serasa telah menguras energi tubuh.

Belum selesai aku berbenah, kulihat seseorang yang sepertinya pernah aku kenal. Langsung saja aku sapa dia untuk memastikannya. "Trigas ya..?" tanyaku. "Arek mBlitar ya.." sahutnya. "Dulu di kelas C kan..?" tanyanya lagi. "Enggak, aku di kelas D". Begitulah kira-kira percakapan singkat yang terjadi spontan di ruang parkir. Kami langsung bertukar nomor telepon.

Trigas ini rupanya sedang ada pelatihan di Harco. Dia tidak ingat namaku cuma ingat kalau aku ini orang mBlitar. Sedangkan aku masih ingat namanya. Trigas adalah teman semasa SMP. Sudah 10 tahun kami tidak pernah bertemu. Bukan waktu yang sebentar rasanya.

Sebelum lebaran memang aku pernah buka FS-nya dia lewat FS seorang teman, makanya tak heran jika aku tahu nama dan kabarnya. Dan hari ini aku bertemu dia secara langsung, aneh bukan.

Bertemu dengan seseorang yang kira-kira tak mungkin, saya pikir adalah sebuah keajaiban. Maha Suci Allah yang telah mempertemukan hamba-Nya.

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 29 November 2006 - 23:30

Wednesday, November 29, 2006

@ 024 : Diskriminasi Pengidap HIV / AIDS

Siang ini ada demo pengidap HIV/AIDS di bundaran HI. Mereka menuntut pemerintah agar jangan mendiskriminasikannya dalam berbagai bidang kehidupan. Salah seorang pendemo yang juga mengidap AIDS mengatakan bahwa dia pernah ditolak dokter gigi gara-gara mengidap virus HIV.

Dalam orasinya yang ditayangkan Liputan 6 mereka juga mengancam akan menularkan penyakit yang dideritanya ke orang lain jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Sementara itu beberapa hari yang lalu saya pernah menerima pesan dari YM! yang berbunyi "Teman2, hati2 kalo pergi nonton bioskop, perhatiin tempat duduknya. Kadang2 ditaruh jarum yang sudah terinfeksi HIV, jadi begitu duduk 'n ketusuk, kita dah terinfeksi. Dan parahnya ada tulisan : selamat anda telah bergabung bersama kami di dunia HIV. jadi kita mesti hati2 coz perbuatan sperti ini bahaya bgt karna blm ada obat bt nyembuhin. Tolong sebarkan ke yg laen coz ini brita sungguhan uda terjadi di kota Jakarta dan Medan bahkan mungkin di kota2 yang laennya. Thx buanget bt yg uda ngopy 'n disebarin kpd temen2 yg laen." Tulisan tersebut asli dan sengaja tidak saya edit.

Orang-orang penderita HIV/AIDS ini memang tak jarang termarjinalkan kehidupannya dari lingkungan yang ada. Mungkin hanya keluarganya yang mau mengerti perasaan mereka.

(c) dps ~
Kemayoran
Jakarta, 29 November 2006 - 13:30


@ 023 : HUT Marinir

Selasa, 14/11/2006 lewat di depan mako marinir di jalan prapatan bilangan senin sekitar patung tani, tampak ada sesuatu yang ganjil di luar kebiasaan. Banyak penerjun berseragam hitam di langit sekitar, rupanya mereka adalah prajurit marinir yang terlatih. Terjun di tengah kota terus kudu mendarat di mako marinir yang sempit diantara gedung tinggi tentu bukan sesuatu yang mudah.

Marinir pernah membuat hitung-hitungan ABRI (yang isunya terbagi menjadi dua kubu) di tahun 1998 menjadi susah diprediksi. Korps ini dicintai kubu pro reformasi (mahasiswa) waktu itu

Dirgahayu Ke-61 Buat Marinir
Semoga sesuai slogan yang sedang diusung dalam HUT tahun ini
"Menjadi Prajurit yang Bermoral Profesional dan Dicintai Rakyat"

(c) dps ~
Kebon Sirih
Jakarta, 14 November 2006 - 10:03

Sunday, July 30, 2006

@ 022 : Konsistensi dan Ketahanan

Dalam tekanan yang tinggi, konsistensi dan ketahanan seseorang itu diuji. Akankah dia larut atau tetap kokoh. Tekanan itu datang dari berbagai penjuru. Bisa ekonomi, keluarga, pekerjaan, relasi sosial dan lain-lain. Terus menumpuk, menyerang bahkan kadang mematikan jiwa dan pikiran.

Dalam keadaan demikian dibutuhkan pegangan yang kuat untuk bertahan. Pegangan ini tentu tidak begitu saja ada tapi harus dibangun sejak dini dan diasah terus menerus setiap hari. Dari sinilah kita tahu betapa tak berdayanya yang namanya manusia itu.

Meskipun demikian, makhluk yang kecil ini masih saja sombong, malas dan gemar dosa. Sering saya saksikan orang-orang yang dulu kuat, tegar, kokoh dan baik kini lemah dan larut. Hilang eksistensinya, ditelan perubahan, mengabdi pada kesenangan, menjilat kemunafikan, mengejar fana. Benar-benar menjijikan (naudzubillah).

Ya Allah, tuntunlah hamba-Mu ini...
Hanya Engkaulah yang pantas hamba jadikan pegangan...

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 30 Juli 2006

Sunday, June 25, 2006

@ 021 : Pe Er Je

Tujuh tahun di Jakarta baru tiga tahun yang lalu aku melihat Pekan Raya Jakarta (PRJ), sebuah pesta kota yang diperuntukkan bagi warganya. Waktu itu aku masih tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta. Berawal dari ajakan teman, dengan motor baruku kita konvoi ramai-ramai ke PRJ, kenangan yang indah masa kuliah tentu saja.

Semenjak itu, hampir setiap tahun ku kunjungi PRJ, kebetulan sekarang lokasinya deket dengan kos, semakin mudah tentu saja. Hal ini tak terasa telah membawaku pada rasa ketagihan. Jenuh terhadap rutinitas yang mendehumanisasi membuatku haus hiburan yang bermutu dan murah. Berbaur bersama arus bawah sambil menikmati tontonan yang ada mengingatkanku pada wayang kulit, layar tancap dan bazar malam yang sering aku konsumsi sewaktu kecil.

Tidak ada yang berubah dari PRJ kali ini kecuali tertentu. Yang aku rasa lebih nyaman adalah parkir yang lebih baik, tidak macet dan aman. Sementara itu, di dalam area PRJ ada bangunan taman yang asri, sejuk dengan danau buatan, replika monas, pohon-pohon yang rindang lengkap dengan lampu hias membuat suasana harmoni dan menimbulkan ketenangan. Taman tersebut jelas ditata dengan seni bangunan yang memperhatikan estetika.

Tiket masuknya adalah 16 ribu untuk hari Sabtu dan Minggu sementara tiket parkir motor tiga ribu untuk selamanya. Parkir motor kali ini menggunakan kartu barcode dan harus membawa STNK, penjaganya banyak dan resmi, area parkirnya luas, benar-benar aman dan nyaman.

Selain taman yang harmoni, kita juga bisa melihat panggung musik, layar lebar untuk nonton bareng piala dunia, aneka makanan, motor, baju, sepatu, produk-produk kerajinan tangan dan lain-lain. Transaksi dapat dilakukan dengan kartu kredit maupun debit. Cuma ATM yang ada hanya untuk tiga Bank, yaitu BCA, BNI dan Bank DKI. Saya sarankan agar bawa uang dari rumah, sebab antrian cukup panjang di ATM, hal ini saya alami Sabtu kemarin.

Seperti tahun lalu, setelah capek berkeliling saya nikmati lezatnya santapan tradisional sambil melihat ramainya suasana sekitar. Jika tahun lalu sate senayan maka sekarang bebek goreng di stan soto "doks". Tak lupa juga membeli oleh-oleh untuk yang dirumah, yaitu se-tas enaco, sekotak bakpia 25, sekantong kripik belut, se-tas snack man dari chiki dan sebungkus nasi gorang pelita.

Saat capek dan senang melebur jadi satu, tidur malam begitu indah...

--= PRJ yang indah =--

(c) dps ~
Kemayoran
Jakarta, 25 Juni 2006 - 09:16

@ 020 : Kenangan

Kenangan, itulah kata yang diucapkan seseorang untuk menyebutkan sesuatu yang telah dilalui. Ibarat lukisan, kenangan ada yang indah dan juga sebaliknya hambar seperti goresan tanpa pola, kaku, dingin dan kosong.

Masa lalu yang pahit yang dilewati dengan senang kini ku sebut dengan bangga. Jelas tergambar perjuangan waktu itu yang tak kenal lelah, perjuangan demi hidup yang katanya harus lebih baik mematriku pada kaku di suatu waktu. Decakan kagum tanpa henti tak terasa keluar dari bibir otak begitu saja, spontan.

Berbangga pada diri sendiri tentu bukanlah suatu masalah bagi diri sendiri tersebut, sebab monolog lah yang terjadi. Himpitan yang keras telah memberiku energi yang begitu besar dalam hidup. Hal ini juga yang telah menempaku menjadi manusia yang kuat. Kemapanan bahkan sering melemahkanku, kini. Rapuh tanpa daya seperti Arjuna tanpa kayu, benar-benar tak berguna. Duh Gusti, ampuni jika hamba-Mu masih mengeluh.

Bagaimana dengan hidup anda, apakah banyak kenangan yang indah atau kah sebaliknya ?

Energi-energi diatas kini hadir lagi dalam diri. Apakah kekosongan dan kegamanganku selama ini yang telah membawanya kembali, hhmmm entahlah, yang jelas aku tak ingin rasa ini pergi.

Ya Allah, hamba-Mu yang hina dan sesat ini mendambakan sinar-Mu...

--= lukislah hidup dengan baik =--

(c) dps ~
- Palmerah -

Friday, May 12, 2006

@ 019 : Majalah Porno

Playboy menjadi masalah yang hangat disamping RUU APP dewasa ini. Kenapa ada golongan yang menolak Playboy, sosiolog Imam Prasodjo mengatakan bahwa Playboy bukan hanya sekedar majalah tapi juga diasosiasikan sebagai simbol "seks".

Menurut Sigmund Freud simbol bukanlah hasil kreasi pikiran melainkan kepingan informasi yang tersimpan dan dimunculkan kembali. Oleh pikiran, kepingan informasi itu diasosiasikan secara bebas dengan berbagai cara sesuai kapasitas pengolahnya. Artinya sebuah simbol secara bebas dapat dimaknai berbeda oleh setiap orang. Dalam dunia simbol fakta adalah persepsi.

Dalam hal ini penulis percaya bahwa pada akhirnya siapa yang berhak menentukan kebenaran dan kebaikan itu adalah penguasa. Maka berlakulah hukum : pasal satu, penguasa selalu benar dan baik, pasal dua : jika penguasa salah dan jelek kembali ke pasal satu. Secara empiris bukti dari hukum ini sangat banyak, penulis tidak membahasnya pada kesempatan ini.

Berdasar landasan tersebut diatas maka penguasa itu haruslah filsuf dan juga rohaniawan karena disini ada tuntutan bahwa penguasa harus bisa bersikap benar dan baik. Benar untuk ukuran logika sedangkan baik untuk ukuran moral. Penulis akan mengulas sedikit tentang benar dan baik. Contoh : Jika tidak mau terkena penyakit kelamin gunakanlah kondom untuk bersetubuh dengan seorang pelacur. Premis ini benar secara logika tapi tidak baik secara moral. Apalagi jika premis tersebut diucapkan oleh penguasa tentu akan tambah tidak bermoral.

"Silahkan membuat pornografi + aksi, legalkan judi dan zina lewat pelacuran daripada duitnya masuk ke selain pemerintah" dari kacamata saya pendapat itu benar secara logika tapi bagaimana menurut ukuran moral ?

Bukankah kita sama-sama sepakat bahwa kejahatan dan kebaikan memang ada dan terus ada. Dalam perdebatan panjang akhirnya semua akan kembali kepada zat yang Maha Benar dan Maha Baik, tapi menyerahkan segala urusan hidup kepada yang transedental adalah suatu bentuk kemalasan manusia, ujar Marx. Penguasa dituntut untuk menjaga keseimbangan.

Kembali ke masalah Playboy...
Butuhkah kita membaca Playboy ?
Apakah untuk membaca "informasi sex" seperti dalam Playboy kita harus impor ?

(c) dps ~
Palmerah

@ 018 : Seputar Pornografi

Apabila kita menempatkan kasih di atas segala-galanya, yang menjadi persoalan adalah apakah kita dapat mengasihi pemerkosa, perampok dan pembunuh sadis?

Para moralis menganggap bahwa yang namanya kebaikan adalah mengasihi orang lain, merindukan orang lain, mencintai orang lain, menyayangi orang lain, menolong orang lain dan berbagi kata kebajikan dan kasih sayang lainnya (Inu Kencana Syafiie)

Bukankah brutal perasaan kita apabila yang kita rindukan, sayangi, cintai, dan tolong itu adalah seorang pemerkosa dan pembunuh yang memperlakukan dengan sadis korbannya,misal dengan memotong kuping, kemaluan (mutilasi) dan tidak peduli apakah yang diperkosa itu adalah anak, saudara atau orang tuanya. Lebih2 jika hal ini terjadi karena industrialisasi pornografi dan aksi yang menggurita...;(

Dari situ diperlukan marah, benci bahkan perang bila perlu terhadap berbagai pelaku tindakan dekadensi moral. Maka sebagai tindakan antisipatif diperlukan hukum, menurut saya.

Jika melihat dari kacamata ini rasanya kurang pas jika masalah pornografi dan aksi dikaitkan dengan Islamisasi negara, pelarangan kebudayaan tradisional, pembunuhan kreatifitas (seni). Memang RUU APP masih memuat pasal2 yang pro kontra di dalamnya tapi meskipun demikian keberadaannya bukan tidak diperlukan.

Dari dulu, di irian pake koteka tidak jadi masalah, di jawa pake kemben tidak jadi masalah, candi2 ada relief bugil tidak jadi masalah, kitab yang disebutin gus dur "cabul" tidak jadi masalah. Dari sini sebenarnya "Porno" itu sejak dulu tidak jadi masalah.

Akan menjadi masalah jika "porno" itu sudah menjadi komoditas yang dibungkus industrialisasi. Bicara industri maka kita bicara hegemoni, gombalisasi, liberalisasi, kapital, buruh dan moral.

Suatu saat orang pake "BH" ke mal itu adalah wajar (mungkin ini sudah terjadi), trus free sex itu juga wajar. Dari sini kita sudah terhegemoni oleh budaya yang liberal...;(

(c) dps

Thursday, April 06, 2006

@ 017 : Lelah

Dalam hening tinggal aku dan waktu, malam ini tubuhku capek. Suasana yang tidak aku rasakan sekali ini tentu saja. Lelah berjuang dalam membangun hari adalah penyebab.

Aku lebih senang mengartikan hidup ini adalah perjuangan. Hal ini mungkin tak lepas dari masa laluku yang cukup sulit, mendapatkan segala sesuatu harus melalui proses berjuang.

Saat kututup hari dengan banyak hal baik yang aku kerjakan seharian, rasanya lelah itu melebur dalam tidur yang lelap. Tapi, jika kesia-siaan yang sering terjadi, biasanya lelah itu akan bertambah parah. Lelap pun menjadi barang mahal.

Seperti kemarin, kuawali hari dengan mengawas ujian, dilanjutkan dengan mengajar, ditutup dengan ujian praktek komputer. Metode ujian praktek ini kucontek dari pak teguh guru STM. Siswa yang selesai 10 menit nilainya 10, 12 menit 9, 14 menit 8 dan > 20 menit nilainya 0.

Kelas IPA menjadi tes percobaan pertama, Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan sukses yang berarti lancar sesuai harapan. Masih ada dua minggu lagi menyisakan kelas IPS. Label bandel, suka melawan dan tidak patuh yang melekat membutuhkan perhatian ekstra. Harapannya sama, semoga IPS bisa sejajar dengan IPA paling tidak sedikit menempel.

- tulisan ini sengaja belum selesai -

(c) dps

Sunday, April 02, 2006

@ 016 : Bule Indonesia

Dalam pengertian sederhana ekonomi adalah berkorban seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan pengorbanan yang kecil pelaku ekonomi dituntut untuk mencapai hasil yang besar. Akibatnya, banyak materi yang didistorsi sehingga nilai sesuatu itu menjadi absurd.

Pakaian tidak hanya berguna untuk melindungi tubuh tetapi juga sebagai bentuk penggambaran strata sosial. Kalau mau dianggap kaya maka celana harus levis, ngopinya di starbucks, makannya pizza dan musiknya barat.

Anehnya, kita menerima ini semua sebagai kebenaran. Orang yang suka lagu dangdut dianggap pinggiran, udik dan kampungan. Makan di warteg itu orang susah dan miskin.

Sekulerisme sudah berkembang dari tiap sudut, kukunya tajam mengoyak moral menimbulkan kesadaran yang dibangun diatas ketidaksadaran. Materi menjadi tolok ukur kesuksesan. Si miskin berfantasi jadi kaya sedangkan si kaya acuh tak acuh kepada si miskin. Hmmm, dunia memang sudah keblinger.

Tanpa berpikir kritis maka jangan heran jika orang indonesia tapi makannya pizza, kopinya starbucks, celana levis, musiknya barat cuma bahasa saja yang masih indonesia itupun sudah semi2 english ;p.

Jangan heran juga jika ada orang yang mencoba medobrak itu semua malah dianggap aneh dan gila...

--= pertahankan kebudayaan nenek moyang =--

(c) dps

Friday, March 24, 2006

Buruh

Revisi UU 13/2003 Ciptakan Perbudakan

sumber : Pikiran Rakyat - Jumat, 10 Maret 2006

BANDUNG, (PR).-
Upaya pemerintah merevisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak terlepas dari tekanan negara-negara kapitalis, dalam upaya menciptakan tenaga kerja murah dan meningkatkan keuntungan mereka berinvestasi di Indonesia. Upaya itu dikemas seolah menciptakan iklim investasi untuk mendorong pembangunan nasional.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN), Bambang Wirahyoso kepada "PR", menanggapi aksi demo yang dilakukan kaum buruh di Gedung Sate Rabu (8/3) dan Kamis (9/3). Menurut dia, salah satu pasal yang mencerminkan penilaian itu adalah legalisasi praktik outsourcing yang merupakan suatu bentuk praktik perbudakan modern.

"Pemerintah telah menjadi kuda tunggangan kapitalis, predator internasional dan neoliberalisme," ujarnya kepada "PR", Kamis (9/3) di Bandung.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan filosofi dasar bangsa kita, Pancasila dan UUD 1945. Negara kita bukan kapitalisme atau liberalisme. Tetapi dengan merevisi UU No. 13 Tahun 2003 justru mereduksi hak-hak buruh sehingga bertentangan dengan filosofi dasar sebagaimana dimaksud.

Tidak heran, kata dia, jika kebijakan outsourcing yang tercantum dalam Pasal 64-66 UU Ketenagakerjaan mengganggu ketenangan kerja bagi pekerja, yang sewaktu-waktu dapat terancam pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menganggap mereka sekadar komoditas, dan UU dipandang kurang protektif terhadap pekerja.

"Artinya, UU Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan paradigma proteksi kemanusiaan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yang memberikan hak bagi warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak," ungkap Bambang.

Hal lain yang merugikan yakni revisi pasal 156, di mana telah terjadi pengurangan nilai perhitungan kompensasi (pesangon). Dalam satu komponen pesangon khusus perhitungan masa kerja terjadi penurunan dari maksimal 9 kali upah menjadi 7 kali upah.

"Ini tentu membuat pekerja yang telah mengabdikan diri kepada perusahaan tidak mendapat penghargaan yang layak," ungkap Bambang. Oleh karena itu, diungkapkan Bambang, SPN beserta sembilan serikat pekerja lain yang tergabung dalam Kongres Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak dengan tegas revisi UU tersebut.

Sementara itu, di Gedung Sate, aksi penolakan terhadap revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 terus disuarakan oleh para pekerja. Kali ini, dilakukan oleh sekira seratus orang pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (F-SBSI) 1992 Kota Bandung di halaman Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung, Kamis (9/3).

Aksi yang dimulai sekira pukul 9.30 WIB itu diwarnai pendobrakan pintu gerbang Gedung Sate dan pembakaran ban. Hal itu sebagai bentuk kekecewaan mereka karena tidak berhasil bertemu dengan perwakilan dengan komisi terkait di DPRD Provinsi Jabar. Akibatnya, mereka menggedor-gedor pintu gerbang hingga pagar besi itu ambruk.

Untuk menghindari massa SBSI masuk ke Gedung Sate, aparat kepolisian Polwiltabes Bandung membuat barikade cukup ketat. Secara bersamaan pula, petugas pengamanan mendirikan kembali pagar besi yang ambruk itu. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat pengunjuk rasa. Mereka membakar dus dan ban. Namun, tidak berselang lama, petugas pun langsung memadamkan api.

Menurut Koordinator SBSI Jabar, Tatang Rochyana dan Gunawan, koordinator aksi, mereka menolak secara tegas revisi UU No. 13 Tahun 2003 karena hal itu hanya mengakomodasi kepentingan pengusaha dan merugikan kaum pekerja.

Contohnya, kata Tatang, revisi peraturan tersebut menghilangkan hak cuti, pesangon, pengekangan hak mogok kerja akibat adanya sanksi pemutusan hubungan kerja dan ganti rugi. Selain itu, pesangon tidak akan dibayarkan kepada pekerja apabila perusahaan mengalami force majeure serta penghilangan sistem uang pensiun.

Untuk itu, lanjut Tatang, mereka mendesak Pemprov dan DPRD Jabar mendukung penolakan pembatalan revisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang merugikan pekerja. Salah satunya, dengan mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah pusat agar membatalkan revisi tersebut. (A-151/A-136)***

Tuesday, March 21, 2006

Glosari Budaya Cewek

Bete: boring top, bad temprament, bosan total, butuh tatih-tayang (butuh kasih sayang). Bete paling sering digunakan untuk menunjuk suasana hati yang sedang tidak menyenangkan, malas melakukan sesuatu, dan bosan. Penyebab bete yang paling populer bagi cewek adalah diputus pacar, ulangan atau ujian tidak sukses, menunggu terlalu lama, batal nge-date (janjian) bareng teman atau pacar, uang saku dipotong, dan dimarahi orang tua. Mengurung diri di kamar, belanja, ngemil (memakan makanan ringan), atau jalan-jalan bareng teman adalah cara buat mengusir bete.

Curhat: ‘curahan hati’, berbicara untuk “berbagi perasaan” dengan teman dekat. Curhat bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, seperti di kamar, di kelas, di mall, di tempat nongkrong, toilet, bahkan curhat untuk anak SMU bisa dilakukan saat upacara bendera. Soal yang dicurhatkan bisa soal pacaran, orangtua, teman, tempat nongkrong yang baru, sampai masalah duit. Ada cewek yang menghabiskan waktu seharian untuk curhat. Curhat bisa menimbulkan perasaan bebas, lega, menambah semangat, tapi sekaligus bisa juga menambah persoalan.

Dandan: aktivitas sehari-hari untuk mempercantik diri. Untuk cewek yang biasa dandan, dandanan yang wajar itu cukup bedak dan lipstik. Tapi ada cewek yang tidak biasa dan tidak bisa dandan sama sekali. Dandan juga termasuk memadukan pakaian, tas dan sepatu/sandal yang akan dipakai. Untuk kebanyakan cewek, me-mix dan me-match-kan pakaian, sepatu, dan tas adalah hal yang sangat penting.

Gaul: tidak ketinggalan zaman, trendi. Ukuran kegaulan adalah pengetahun tentang perkembangan musik dan fesyen, rambut berwarna, berani tampil beda, kendaraan yang dimodifikasi dan diberi beragam asesoris, telepon genggam model paling baru, dan yang terpenting tidak lemot (‘lemah otak’) dan tulalit (“nggak nyambung”) kalau ngobrol.

Gebetan: seseorang yang sedang ditaksir oleh cewek (juga disebut kecengan, dari kata ‘ngeceng’). Gebetan jumlahnya bisa lebih dari satu. Bagi cewek, digebet lebih dari satu cowok merupakan suatu kebanggaan. Aktivitas mencari gebetan mencari gebetan di sebut ngegebet.

Inner Beauty: “cantik batin”. Kecantikan tubuh akan dianggap lebih berarti jika disertai kecantikan batin. Menurut majalah Gadis meskipun cantik layaknya Dian Sastrowardoyo (bintang Ada Apa dengan Cinta?), seorang cewek tetap terlihat biasa kalau tidak didukung oleh “kecantikan dari hati”. Yang disebut “cantik hati adalah cerdas, ramah, murah senyum, punya banyak teman, dan rendah hati. Banyak cewek yakin bahwa kekuatan inner beauty juga dapat membuat cowok “bertekuk lutut”.

Jaim: ‘jaga image’. Suatu cara untuk mengubah diri demi kepentingan tertentu. Jaim bersifat sementara dan dilakukan untuk mengelabui orang lain. Misalnya saja ketika seorang cewek ngegebet seorang cowok, ia pasti men-jaim-kan diri di depan cowok gebetannya karena tidak ingin terlihat agresif, padahal si cewek sebenarnya sangat menyukai si cowok. Si cewek misalnya, tidak ingin menunjukkan bahwa ia tidak suka tertawa keras, tidak suka makan banyak, dan yang paling penting si cewek tidak mau terlalu menunjukkan bahwa ia menyukai si cowok. Di depan si cowok ia harus tampak cool dan jangan sampai menyampaikan rasa sukanya lebih dulu. Tetapi jika sudah menjadi pacar—artinya: tujuannya sudah tercapai—ia tidak lagi jaim. Jaim bahkan harus dihindari, karena dianggap sebagai kemunafikan.

Ngeceng: pamer. Misalnya pamer baju baru, pamer mobil baru bahkan pacar baru pun dipamerkan. Ngeceng lebih sering dilakukan cewek-cewek di mall atau tempat-tempat yang “bertaburan cowok cakep”. Ngeceng biasanya dilakukan rame-rame. Jika beruntung ngeceng dapat berbuah kenalan seorang atau komplotan cowok yang akhirnya bisa dijadikan gebetan bahkan pacar.

Ngedugem: dari kata dugem, ‘dunia gemerlap’. Ngedugem adalah aktivitas bersenang-senang yang biasanya dilakukan malam hari di kafe atau diskotik. Yang dilakukan ketika ngedugem biasanya menyanyi karaoke, jojing (joget-joget di diskotik), atau sekedar minum-minum. Cewek-cewek biasanya berpakaian lebih berani dan tebuka saat ngedugem. Ngedugem biasanya dilakukan pada akhir pekan. Kadang-kadang cewek dilarang ngedugem oleh orang tua atau pacarnya, karena ngedugem identik dengan “cewek nakal”.

Nongkrong: aktivitas berkumpul dengan kelompok sepermainan (geng) atau pacar di suatu tempat yang biasanya sudah ditentukan. Cewek biasanya memilih nongkrong di kafe, mall, tempat les, dsb. Ada juga yang membuat tempat nongkrong sendiri (semacam markas tetap sebuah geng). Nongkrong dianggap lebih gaya dan bergengsi kalau mambawa mobil. Nongkrong tidak terlalu butuh banyak biaya seperti nyalon. Biasanya cewek-cewek lebih memilih nongkrong dengan teman-teman se-geng dibanding dengan cowoknya. Nongkrong biasanya juga diikuti dengan ngerumpi (bergosip).

Nyalon: dari kata ‘salon’, tempat “memperbaiki penampilan”. Yang paling sering dilakukan cewek ketika nyalon adalah creambath (memberi krim vitamin pada rambut biar rambutr jadi sehat), facial (salah satu jalan untuk membuat kulit muka lebih halus, putih dan bebas jerawat), menicure-pedicure (perawatan kaki dan tangan, biasa disingkat ‘meni-pedi’), juga meluruskan dan mewarnai rambut dengan warna-warna menyala (oranye, kuning, merah, hijau, coklat), ada juga luluran, mandi sauna, sampai pijat akupuntur untuk menguruskan badan. Untuk cewek-cewek berduit nyalon adalah rutinitas. Aktivitas nyalon sering dijadikan ajang ngeceng, gaul, dan unjuk diri bagi cewek-cewek.

Prom Night: pesta perpisahan. Acara ini dijadikan ajang untuk menunjukkan diri (kecantikan, kekayaan, pacar baru, dsb.). Bagi yang belum punya cowok, prom night merupakan saat-saat yang mendebarkan untuk dilirik cowok. Majalah-majalah remaja pun sampai menyiapkan edisi prom night yang berisi tips-tips sebelum dan ketika prom night berlangsung. Biasanya ada pemilihan King & Queen of Prom Night. Itulah yang membuat cewek-cewek ingin tampil beda.

Singkatan
HTM: Hubungan tanpa menikah.
HTS: Hubungan tanpa status.
HBL: Haus belaian laki-laki.
HBW: Haus belaian wanita.
PTS: Putus (pacaran).
TTM: Teman tapi mesra
Setia: Selingkuh tiada akhir.
SMS: Sarana menuju selingkuh.
Cokiber: Cowok kita bersama.
Jigun: Jiwa guncang.
DDA: Debar-debar asmara.
MBA: Married by accident.
CPK: Cipokan (ciuman).
FK: French Kiss
ML: Making Love (atau ‘Mama Lemon')

Contoh dalam kalimat: Gue suka ma cowok, dia sahabat gue sendiri, namanya Luki. Gue suka ama dia tapi gue gak tau apakah dia juga suka ama gue. Tapi kayaknya sih dari sikap-sikap dia ke gue dia juga suka ama gue. Kata temen2 gue kita TTM/HTS gitu deh. Iya juga kali ya. Gue sangat menikmati saat-saat kayak gini. Akhir-akhir ini gue sering banget speechless en DDA gitu. Seminggu yang lalu, tim cheerleader gue pentas. Tanpa gue sangka-sangka ternyata dia dateng buat ngasih support gitu ke gue. Gue kan jadi Jigun pas pentas. Kayaknya gue ama dia sama2 HBL n HBW gitu deh. Temen2 cheers gue juga pada suka ama dia, soalnya selain anaknya luncang (lucu), dia juga ramah banget sama semua orang. Saking baeknya dia ama temen2 gue, gue ama anak2 punya kesepakatan buat jadiin dia cokiber. Dan dia keliatannya gak keberatan gitu dengan istilah itu. Sukur deh. Gue bener-bener lagi berbunga-bunga sekarang, karena kemaren pas ulangtaun gue, kita cpk-cpk gitu trus ya u know lah..abis gitu mama lemon deh.. Hehehe..

Newsletter KUNCI No. 12, Juni 2003

Oleh Annisa Muharammi

SIAPA LEBIH MERUSAK LINGKUNGAN: ORANG MISKIN ATAU ORANG KAYA?

The greatest threat to the equilibrium of the environment comes from the way the economy is organized... ever increasing growth and accumulation (Ravaioli, 1995: 4)

  1. Jika hutan kita menjadi gundul atau terbakar, sehingga lingkungan hidup kita rusak, siapa biang keladinya? Penduduk miskin di hutan-hutan dan sekitar hutan menebang hutan negara untuk memperoleh penghasilan untuk makan. Tetapi kayu-kayu yang diperolehnya ditampung calo-calo untuk dijual, dan kemudian dijual lagi untuk ekspor, yang semuanya “demi keuntungan”. Siapa yang paling bersalah dalam proses perusakan lingkungan ini? Yang jelas tidak adil adalah kalau yang disalahkan hanya orang-orang miskin saja, sedangkan orang-orang kaya adalah “pahlawan pembangunan”.

  1. Apabila dikatakan penduduk miskin terbiasa ... “membuang kotoran manusia secara sembarangan yang akan berakibat pada terjangkitnya diare ...” atau “penduduk miskin hanya menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup, dan mereka cenderung mengabaikan pemeliharaan lingkungan sekitar”, kiranya pernyataan ini juga tidak adil. Pemenuhan kebutuhan pokok penduduk miskin bukan masalah “hanya”, tetapi “mutlak” harus dipenuhi untuk hidup. Penduduk miskin tidak memperhatikan lingkungan hidup sekitarnya bukanlah karena mereka tidak peduli, tetapi karena mereka melakukannya dengan terpaksa.

  1. Agar adil kita harus mengakui bahwa kerusakan lingkungan khususnya hutan, disebabkan para pemodal yang haus keuntungan, “memesan” kayu dalam jumlah besar sebagai bahan baku industri yang memang permintaannya sangat besar pula. Akumulasi keuntungan dan kekayaan yang tidak mengenal batas harus dianggap sebagai penyebab utama kerusakan/pengrusakan hutan, bukan karena orang-orang miskin banyak yang merusak hutan. Maka untuk menjamin terjadinya pembangunan yang berkelanjutan kita harus menghentikan keserakahan orang-orang kaya. Adalah sangat keliru ilmu ekonomi justru memuja “keserakahan”.

  1. Perkembangan pedagang kaki lima (PKL) yang tumbuh menjamur dimana-mana, yang dianggap merusak lingkungan karena mengotori jalan dan mengganggu ketertiban, juga tidak mungkin ditimpakan kesalahannya pada PKL karena pekerjaan itulah satu-satunya “mata pencaharian” yang dapat dilakukan dalam kondisi kepepet. Ia menggunakan modal sendiri dengan resiko usaha ditanggung sendiri, tidak ada subsidi apapun dar pemerintah, dan memang ada pembeli terhadap barang/jasa yang ditawarkannya. Jadi dalam hal ini lingkungan yang rusak harus diselamatkan melalui upaya-upaya “pencegahan” munculnya PKL, bukan dengan “menggusurnya” setelah berkembang. PKL bukan “masalah” tetapi ”pemecahan” masalah kemiskinan.

  1. Kesimpulan kita, pendekatan terhadap masalah “pengurangan kemiskinan dan pengelolaan lingkungan” atau sebaliknya terhadap “pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan strategi penanggulangan kemiskinan” selama ini kiranya salah dan tidak adil, karena melihat kemiskinan sebagai fakta tanpa mempelajari sumber-sumber dan sebab-sebab kemiskinan itu. Akan lebih baik dan lebih adil jika para peneliti memberi perhatian lebih besar pada sistem ekonomi yang bersifat “serakah” dalam eksploitasi SDA, yaitu sistem ekonomi kapitalis liberal yang berkembang di Barat, dan merajalela sejak jaman penjajahan sampai era globalisasi masa kini. Sistem ekonomi yang tepat bagi Indonesia adalah sistem ekonomi pasar yang populis dan mengacu pada ideologi Pancasila dengan lima cirinya sebagai berikut:

(1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;

(2) Ada kehendak kuat warga masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu tidak membiarkan terjadinya dan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;

(3) Semangat nasionalisme ekonomi; dalam era globalisasi makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh, dan mandiri;

(4) Demokrasi Ekonomi berdasar kerakyatan dan kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat;

(5) Keseimbangan yang harmonis, efisien, dan adil, antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang luas, bebas, dan bertanggung jawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

6 Oktober 2004


Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM.

[1] Makalah untuk lokakarya terbatas (Expert Workshop), Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, 6 Oktober 2004.

Daftar Pustaka

Ravaioli, Carla & Paul Ekins, 1995, Economist and the Environment, Zed Books

--= mari kita berpihak pada rakyat ketjil =--

Friday, March 17, 2006

Di Bawah Gunung Kemakmuran

Pelaut Eropa terperangah melihat pucuk gunung bersalju di khatulistiwa. Saat mulai menjelajah, mereka menemukan emas terhampar di dasar sungai. Inilah awal Papua ditemukan dan menemukan masalah berkepanjangan.

Namun, bagi orang Papua, mereka ada di sana atas kehendak Tuhan. Para pelaut itu menemukan rahasia alam. Gunung bersalju mengingatkan mereka pada areal pertambangan di negerinya. Perut gunung bersalju itu mengandung material bernilai ekonomi tinggi. Itu gunung kemakmuran. Jika dikelola secara tepat niscaya memakmurkan siapa pun yang menguasai.

Penguasa gunung itu orang Papua. Bagi mereka, gunung itu bukan sekadar onggokan material untuk kebutuhan komersial. Mereka membangun nilai-nilai kultural, merumuskan kearifan lokal, dan merajut impian di bawah gunung kemakmuran itu. Ketika mereka memutuskan bergabung dengan NKRI, mereka berharap Pemerintah Indonesia mampu membantu mewujudkan impian mereka.

Apa yang terjadi? Alih-alih membantu mewujudkan impian. Melindungi orang dan alam Papua dari jarahan orang asing pun tidak ditunjukkan pemerintah. Orang Papua nyaris selalu didudukkan sebagai terdakwa atas segala kejadian di tanah mereka sendiri.

Penipuan publik

Tahun 1965-1969, saya hidup di Papua. Masih teringat fisik teman-teman sekolah dasar. Kurus, dekil, berpenyakit kulit, berbaju lusuh, tidak bersepatu. Saya menangis, saat 40 tahun kemudian masih menemukan sosok yang sama. Wajar jika kita bertanya, ke mana 40 tahun sejarah Papua?

Ironisnya, dalam kurun waktu itu kekayaan alam Papua dieksploitasi besar-besaran. Mayoritas hasilnya untuk membangun wilayah di luar Papua. Bandingkan kemajuan Jakarta 10 tahun terakhir dengan nasib Papua 40 tahun terakhir.

Awalnya konsesi pertambangan tembaga 20 tahun mulai tahun 1967. Konsesi itu diperbarui tahun 1991 dan diperpanjang 50 tahun hingga tahun 2041, wilayahnya pun dua kali lipat wilayah awal. Bisa dibayangkan jika alam Papua nan cantik menjadi porak poranda oleh nafsu mengeruk kekayaan alam di sana.

Faktanya, tahun 1973 tiap hari 7.257 ton tailing (limbah industri tambang) dibuang ke Sungai Ajkwa yang menjadi sumber kehidupan suku-suku di sekitar Timika. Tahun 1988 menjadi 31.000 ton tailing dan tahun 2006 melonjak menjadi 223.000 ton tailing per-hari. Kini, jangankan untuk mandi, ikan-ikan di sungai itu mati terkena tailing. Bahkan kebun sagu suku Komoro di wilayah Koperaporka mati.

Mengerikan. Melalui pipa raksasa dari Grasberg-Tembagapura, sekitar enam miliar ton pasir tembaga digerus dan disalurkan sejauh 100 kilometer ke Laut Arafuru, di mana kapal-kapal besar menunggu. Mereka tidak lagi menambang tembaga, tetapi emas. Pakar kimia UGM meneliti kandungan emas di pasir-pasir tembaga yang digerus, dan menghitung enam miliar ton pasir setidaknya menghasilkan enam ribu ton emas.

Mengapa pemerintah tidak pernah jujur menyatakan bahwa PT Freeport Indonesia menambang emas? Ini penipuan publik. Penggunaan nama kota Tembagapura seolah disengaja guna menutupi aktivitas sebenarnya. Wapres Jusuf Kalla menegaskan, yang ditambang adalah emas. Di sidang kabinet terbatas (6/3/2006), Wapres minta kontribusi Freeport ke APBN naik menjadi 300 persen karena kenaikan harga emas di pasar internasional.

Anehnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, pendapatan kontrak karya Freeport dari pajak dan non-pajak sepanjang 2005 adalah 800 juta dollar AS atau sekitar Rp 7 triliun. Mengapa tak pernah membayangkan berapa yang akan kita dapat jika dikelola sendiri?

Perisai kapitalis

Angka 800 juta dollar AS terlalu kecil buat kita. Lihat compensation (bukan gaji) tiap tahun untuk Chairman of the Board Freeport sebesar 9.509.183 dollar AS; Chief of Administrative Officer 1.756.159 dollar AS; Chief Operating Officer 815.554 dollar AS; dan President Director of Freeport Indonesia 1.641.877 dollar AS. Untuk kompensasi empat pejabat Freeport saja jumlahnya 13.722.773 dollar AS. Bandingkan dengan dana keamanan selama 1996-2004 yang hanya 20 juta dollar AS. Artinya, aparat keamanan kita hanya kecipratan 2,5 juta dollar AS setahun.

Dengan nilai serendah itu, Pemerintah Indonesia dijadikan perisai kapitalis menghadapi rakyatnya sendiri. Kata Menlu RI, berulang kali Pemerintah AS menegaskan, Papua merupakan bagian NKRI. Bagi AS akan lebih repot berurusan dengan Papua sebagai negara mandiri daripada berurusan dengan Indonesia.

Jika Papua berdiri sebagai satu negara, AS berkonflik langsung dengan bangsa Papua. Namun, jika Papua dalam NKRI, Pemerintah Indonesia yang menghadapi segala gejolak akibat pengisapan kaum kapitalis di Papua. Pemerintah AS bisa memainkan dua kartu di sini.

Tengok saja. Saat orang Papua mengais rezeki, menambang tailing di Kali Kabur Wanomen, mereka dihalau secara kasar oleh Satpam PT Freeport dan aparat keamanan Indonesia, mereka ditembak dan jatuh korban. Tidak terbayangkan, yang mereka usir adalah saudara sendiri yang mengais secuil rezeki dari limbah gunung kemakmuran milik kita. Apakah untuk mendapat emas sebesar butir pasir di limbah industri PT Freeport rakyat Indonesia harus kehilangan nyawanya?

Rasa sedih menyergap manakala disadari ada kota modern, Kuala Kencana, dekat Timika, tempat para petinggi PT Freeport bersemayam. Sementara 6-7 kilometer dari kota itu ada rumah yatim piatu Papua yang taraf kehidupannya sama seperti sebelum mereka ”ditemukan”. Dalam radius itu, bisa ditemukan saudara-saudara kita yang masih mengenakan koteka.

Pemerintah seakan bermuka dua terhadap Papua. Kita gerus gunung kemakmuran berdalih kemakmuran negara, tetapi membiarkan saudara-saudara hidup seperti di zaman batu untuk memelihara nilai budaya. Papua adalah kebanggaan NKRI. Wujudkan rasa bangga itu di dada orang Papua. Jangan mereka dipaksa mencari kebanggaannya sendiri.

Riswandha Imawan
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sunday, March 05, 2006

@ 015 : Bekerja dan Mengabdi

Bekerja dan mengabdi adalah dua hal yang bisa dikatakan beda. Bekerja biasanya motivasinya adalah uang, sedangkan mengabdi adalah bekerja yang motivasinya bukan uang.

Di Jogja banyak orang mau mengabdi kepada keraton dengan gaji 30 ribu satu bulan. Mereka menemukan ketenangan batin tanpa harta yang berlimpah dengan menjadi abdi dalem. Hal ini dapat kita lihat dari konsistensinya mengabdi selama 20 sampai 30 tahun, bahkan lebih.

Menjadi guru bagiku adalah suatu pengabdian, ada kebahagiaan dan kesenangan tersendiri meski materi tak seberapa kudapat. Melihat murid dan menjelaskan sesuatu di depannya, membuat mereka bingung sekaligus mengerti, berusaha membantunya menjadi orang yang sukses jasmani dan rohani menimbulkan rasa bangga dan senang dalam hati ini.

Bertahan dalam gempuran kaum materialistis memang tidak mudah. Industrialisasi telah memaksa orang berprilaku konsumtif. Tak sedikit mereka mengorbankan harga dirinya demi sesuatu yang disebut materi. Padahal nilai sejati manusia itu terletak pada akal yang tercermin dari moral bukan materi.

Di sinilah sebenarnya kita bisa belajar bahwa kebahagiaan dan ketenangan hidup itu tidak selalu terukur dari materi bukan.


--= belajarlah mengabdi =--

(c) dps

Thursday, February 09, 2006

@ 014 : Do'a Malam Pertama Bagi Penganten

Do'a ini dibaca ketika suami akan memasuki kamar istrinya pada malam pertama, bacalah do'a di bawah ini seraya memegang dahi istrinya, niscaya Allah akan menjamin dijauhkan dari kejahatan-kejahatannya.

اللهم انى اسئلك من خيرها وخيرما جبلتها عليه واعوذبك من شرها وشرما جبلتها عليه

Allaahumma innii as-aluka min khairihaa wa khaira maa jabalathaa 'alaihi wa a'uudzubika min syarihaa wa syahri maa jabalathaa 'alaihi

Artinya: Wahai Allah, aku memohon kepada_Mu kebaikannya dan aku berlindung kepada_Mu dari kejahatannya.

--= masihkah kita mau berdoa? =--

(c) dps

Wednesday, January 25, 2006

@ 013 : Hari Pertama Menjadi Guru

Satu minggu yang lalu saya ditawari seorang temen untuk mengajar komputer di salah satu sekolah swasta (SMA) di Djakarta. SMA tersebut terletak di Rawamangun satu komplek dengan SMP dan SMK milik yayasan yang sama.

Tanpa berpikir panjang, saya menyanggupi tawaran itu. Kecintaan saya pada dunia pendidikan wabil khusus ilmu pengetahuan membuat hati penasaran dan ingin terlibat langsung sebagai tenaga pendidik.

Dengan perantara teman, akhirnya saya dipertemukan dengan kepala sekolah. Obrolan santai pun terjadi, mulai dari penentuan jadwal hingga honor. Sedikit terkejut memang karena honor ini lebih kecil dari perkiraan saya. Besarnya kira-kira 100 ribu di bawah uang makan di kantor. Karena motivasi awal saya bukan duit, saya tetap menyanggupi tawaran tersebut.

Hari ini adalah hari pertama saya mengajar, 4 jam untuk kelas 2 (IPA dan IPS) dan 6 jam untuk kelas 3 (IPA dan IPS). Ternyata luarrr biasa susah mengajar murid yang super bandel ...pusyinngg...

nantikan episode berikutnya...

--= niat yang baik tidak selalu bermotivasi duit =--

(c) dps