Thursday, April 06, 2006

@ 017 : Lelah

Dalam hening tinggal aku dan waktu, malam ini tubuhku capek. Suasana yang tidak aku rasakan sekali ini tentu saja. Lelah berjuang dalam membangun hari adalah penyebab.

Aku lebih senang mengartikan hidup ini adalah perjuangan. Hal ini mungkin tak lepas dari masa laluku yang cukup sulit, mendapatkan segala sesuatu harus melalui proses berjuang.

Saat kututup hari dengan banyak hal baik yang aku kerjakan seharian, rasanya lelah itu melebur dalam tidur yang lelap. Tapi, jika kesia-siaan yang sering terjadi, biasanya lelah itu akan bertambah parah. Lelap pun menjadi barang mahal.

Seperti kemarin, kuawali hari dengan mengawas ujian, dilanjutkan dengan mengajar, ditutup dengan ujian praktek komputer. Metode ujian praktek ini kucontek dari pak teguh guru STM. Siswa yang selesai 10 menit nilainya 10, 12 menit 9, 14 menit 8 dan > 20 menit nilainya 0.

Kelas IPA menjadi tes percobaan pertama, Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan sukses yang berarti lancar sesuai harapan. Masih ada dua minggu lagi menyisakan kelas IPS. Label bandel, suka melawan dan tidak patuh yang melekat membutuhkan perhatian ekstra. Harapannya sama, semoga IPS bisa sejajar dengan IPA paling tidak sedikit menempel.

- tulisan ini sengaja belum selesai -

(c) dps

Sunday, April 02, 2006

@ 016 : Bule Indonesia

Dalam pengertian sederhana ekonomi adalah berkorban seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Dengan pengorbanan yang kecil pelaku ekonomi dituntut untuk mencapai hasil yang besar. Akibatnya, banyak materi yang didistorsi sehingga nilai sesuatu itu menjadi absurd.

Pakaian tidak hanya berguna untuk melindungi tubuh tetapi juga sebagai bentuk penggambaran strata sosial. Kalau mau dianggap kaya maka celana harus levis, ngopinya di starbucks, makannya pizza dan musiknya barat.

Anehnya, kita menerima ini semua sebagai kebenaran. Orang yang suka lagu dangdut dianggap pinggiran, udik dan kampungan. Makan di warteg itu orang susah dan miskin.

Sekulerisme sudah berkembang dari tiap sudut, kukunya tajam mengoyak moral menimbulkan kesadaran yang dibangun diatas ketidaksadaran. Materi menjadi tolok ukur kesuksesan. Si miskin berfantasi jadi kaya sedangkan si kaya acuh tak acuh kepada si miskin. Hmmm, dunia memang sudah keblinger.

Tanpa berpikir kritis maka jangan heran jika orang indonesia tapi makannya pizza, kopinya starbucks, celana levis, musiknya barat cuma bahasa saja yang masih indonesia itupun sudah semi2 english ;p.

Jangan heran juga jika ada orang yang mencoba medobrak itu semua malah dianggap aneh dan gila...

--= pertahankan kebudayaan nenek moyang =--

(c) dps