Monday, December 18, 2006

@ 031 : Maaf itu Tidak Cukup SMS

Di era informasi seperti sekarang ini gaya hidup orang kampung yang ke kota menjadi digital. Perkembangan teknologi telekomunikasi mendukung hal tersebut. Sejak telepon genggam menjadi kacang goreng gaya hidup-pun diubah. Untuk berkomunikasi tak harus bertatap muka cukup tekan nomor, kring sambung, terus ngobrol deh.

"Lu lagi dimana nich?" sering diucapkan satu sama lain. Hal ini untuk mengetahui keberadaan tempat lawan bicara kita. Edan, dimana saja kapan saja kita bisa ngobrol dengan orang yang kita inginkan. Yang penting punya uang dan sanggup bayar pulsa tak perduli apakah obrolan itu penting apa tidak, mungkin sudah tertancap di benak tiap kepala. Suatu kemajuankah ini atau sekedar hidup gaya ? terserah anda menilainya.

Lebaran, bertukar pesan singkat (SMS) sepertinya hukumnya sudah wajib. Saling bermaafan lewat jalur pesan singkat dianggap sudah cukup mewakili. Tak jadi soal kalau memang tidak memungkinkan untuk bertemu di kemudian hari, tapi kalau memungkinkan untuk bersilaturahmi tentu hal ini akan menjadi lain cerita. Jika alternatif kedua ini kita alami maka kebiasaan bermaafan lewat pesan singkat tersebut cenderung memutuskan tali silaturahmi.

Anggapan bahwa dengan mengirim maaf lewat pesan singkat itu sudah cukup, tanpa perlu datang ke rumahnya padahal sebenarnya kita mampu saya pikir adalah keliru. Hidup gaya seperti ini yang membuat manusia itu hilang sifat manusianya. Kunjung mengunjungi, memuliakan tamu, menjadi tuan rumah yang baik mungkin akan menjadi hal yang aneh, tidak masuk akal dan tidak wajar suatu saat nanti. Gak percaya ? tanyakan saja pada orang yang suka kirim maaf lewat pesan singkat tersebut.

Beberapa pesan singkat waktu lebaran kemarin :
  • Minal aidin walfaizin.mohon maaf.lahir.dan batin.Tempat. Bodo disik (A**p**n)
  • Minal aidin walfaidzin. Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1427 H. Mohon maaf lahir batin. - w**k*to & kel.
  • Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. Shiyamana Wa Shiyamakum. Selamat Idul Fitri 1427 H. Minal aidin wal faidzin. (W*dy*tm*ko & KEL)
  • Taqabbalallahu Minna Wa Minkum. Selamat Idul Fitri 1427 H. Mohon maaf lahir & batin -N*n**n-
  • Allahuakbar..3x sy mngucapkan slamat Idul Fitri mhn maaf lhr batin. smoga kita kmbli ke fitri dan hikmah ramadhan selalu melekat pd diri kita - W*ld*n F -
  • Izinkanlah kdua tngn memohon maaf Atas lisan yg tak t'jaga,janji yg t'abaikan,skp yg prnh m'yakitkan mohon Maaf lahir&batin Minal aidin wal faidzin -w**nu&ke.-
  • Taqabbalallahu minna wa minkum, semoga Allah SWT menerima amal ibadah kita. Selamat Hr Raya Idul Fitri 1 Syawal 1427 H, mohon maaf lahir & batin (H**s Z*k*ri*)
  • Putih kapas-putih asap, lalu lenyap dihembus angin, pekat dosa-salah & khilaf, tercuci bersih di hari fitri, taqobalallahuminna waminkum, maaf lahir batin - c*t*r
  • Mas Dwi mohon maaf lahir batin. Kik
  • ALLaH mndahulukn maafNYA drpd amarahNYA. Tlah kmi sgrakn m'beri maaf jauh sblum kmi mndmba curahn maaf..Raih kmenangn dgn sjuta maaf! Allahuakabar! * h*pp*-*y*n
  • Pasti ada kesalahan yg saya perbuat. Melalui pesan kilat ini saya meMohon maaf sebesar-besarnya maaf. Minal Aidzin Wal Faidzin. B*D* S*N*RK*
Gimana, lucu-lucu bukan? Dari 11 sampel pesan singkat tersebut hanya satu orang yang bersilaturahmi dengan saya. Bagaimana dengan anda? Masih banyak pesan singkat lain sebenarnya, nanti kalau ada waktu saya sambung lagi.

(c) dps ~
Kemayoran - Jakarta, 5 November 2006 - 09:00

Sunday, December 17, 2006

@ 030 : Mbah Yem hanya Jual Pecel

Pagi itu cuaca cerah, sejuk, dan tenang, hanya satu dua kendaraan saja yang melintas di jalanan ibu kota. Seperti biasa hari libur seperti ini aku gunakan untuk berolahraga di monas, lari-lari kecil sambil mengenolkan pikiran ruwet yang masih singgah di kepala. Badan sehat dan pikiran yang tenang adalah nilai mahal buat warga ibu kota. Mengapa ? tekanan rutinitas yang tinggi mungkin salah satu penyebabnya.

Sehabis olahraga kegiatan berikutnya adalah mencari makanan atau barang-barang seperti kaos, baju, sandal, dan aneka pernik yang disediakan pedagang kaki lima. Belanja di pinggiran seperti ini membawa kenikmatan tersendiri. Selain harganya murah, barang-barang tersebut juga belum tentu ada di mal atau supermarket.

Sebut saja namanya mbah Yem, usianya sudah tidak muda lagi. Kerut di wajahnya sekilas menggambarkan betapa kerasnya hidup yang beliau jalani. Putaran waktu perlahan mengikis parasnya dan mengantar mbah Yem ke ujung kehidupan, dambaan setiap insan tentu saja.

Di usianya yang senja, mbah Yem tidak seperti mbah-mbah yang lain. Kalau mbah-mbah yang lain menikmati hari tuanya di rumah, dihibur cucu, dirawat anak dan menantu maka tidak demikian dengan mbah Yem, masa tuanya beliau habiskan di jalan untuk jual nasi pecel.

Segera aku pesan satu kepadanya, nasi pecel yang enak susah dicari di kota ini. Sayur, sambal, peyek dan tempe goreng racikan mbah Yem ini asli, asli buatan kampung tidak seperti pecel restoran. Bungkusnya-pun menggunakan daun pisang bukan kertas.

Belum lama kusantap pecel pincuk buatan mbah Yem datang beberapa petugas tramtib menertibkan keadaan. Rupanya para pedagang kaki lima termasuk mbah Yem ini dianggap berdagang melintasi batas wilayah yang dibolehkan. Hal ini membuat petugas tramtib tersebut marah. Mbah Yem-pun kena getah, beliau dibentak-bentak si kupret oknum tramtib itu.

Kurang lebih seperti ini, "Mbah jangan disini dong jualannya, agak kesana, udah tua gak tahu diri juga, entar aku bawa nich dagangannya" ketus si kupret dengan nada tinggi. Semua terjadi di depanku, seorang tua yang disisa umurnya berjuang untuk menyambung hidup dibentak-bentak oleh si kupret muda dan semua orang membiarkannya termasuk aku yang hanya diam menyaksikan, bodoh sekali memang aku ini.

Apakah si kupret itu tidak pernah diajari sopan santun, apakah si kupret itu tidak mengerti arti tata krama, apakah si kupret itu tidak akan tua dan menjadi tua seperti mbah Yem, apakah si kupret itu harus represif kepada orang seperti mbah Yem, apakah si kupret itu tak berhati, benar-benar kupret si kupret itu.

Mbah Yem, di penghujung usiamu ini, dimanakah anak cucumu, dimanakah sanak saudaramu. Tetesan keringat dan perjuanganmu dalam hidup ini sungguh mulia. Tak sepantasnya dirimu diperlakukan seperi ini meski atas nama ketertiban sekalipun. Dirimu tidak mengganggu ketertiban, dirimu tidak merepotkan, dirimu bukan penjahat, dirimu adalah orang yang mulia.

Ya Allah, ampunilah dosa mbah Yem, lindungilah beliau, bimbinglah, dan tempatkan beliau di tempat yang mulia disisi-Mu, Amin...

(c) dps ~
Palmerah - Jakarta, 18 Desember 2006 - 0:47

Sunday, December 10, 2006

@ 029 : Pendekar Sastra Pergi

Kemarin Sabtu, 29 April 2006 saya ke Gramedia Mataraman, ingin membeli buku yang ditulis Pramoedya, buku apa saja. Saya hampiri komputer pencari terus ketik kata kunci Pramoedya pada bagian pengarang. Monitor segera menampilkan informasi yang saya butuhkan, masih segar di kepala, rak 4001 disitulah buku Pramoedya diletakkan.

Ada beberapa buku yang menutupi buku Pramoedya di rak tersebut. Saya ambil buku-buku itu dan saya letakkan di rak bawah. Harapan saya, biar bukunya Pramoedya terlihat lalu ada orang yang membelinya. Karena menurut saya, buku Pramoedya itu mengajak kita menyelami masalah dari perspektif lain. Cerita yang disampaikannya lugas dan alurnya enak untuk diikuti, membacanya tidak capek dan penuh wawasan baru. Satu buku yang menarik saya malam itu adalah Jalan Raya Pos, Jalan Daendels.

Di bagian belakang buku tersebut tertulis "Indonesia adalah negeri budak. Budak di antara bangsa dan budak bagi bangsa-bangsa lain". Hal ini mengingatkan saya kepada tulisan Soekarno "een natie van koelis en een koeli van naties" bangsa yang terdiri atas kuli dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa. Apakah Pramoedya terinspirasi oleh Soekarno ? setahu saya memang beliau mengaguminya.

Hari ini Minggu, 30 April 2006 pukul 12:00 di buletin siang saya mendengar bahwa Pramoedya telah pergi untuk selamanya, setengah tak percaya rasanya, kaget. Pramoedya adalah salah satu penulis terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, mungkin juga dunia. Berbagai penghargaan internasional pernah beliau dapat, bahkan pernah dinominasikan sebagai pemenang nobel dalam bidang sastra.

Pramoedya adalah orang yang dibesarkan oleh zaman, apakah putaran zaman akan melahirkan kembali orang besar seperti beliau, entahlah.

Hari ini Indonesia telah kehilangan penulis terbaiknya, mungkin juga dunia. Selamat jalan sang maestro...

(c) dps ~
Kemayoran - Jakarta, 30 April - 13:30

@ 028 : Lucu atau Menipu

Televisi tidak hanya barang elektronik tetapi juga merupakan media komunikasi informasi. Di belakang industri TV ada beberapa industri yang menyokongnya, mulai dari busana, boga, RP (Rumah Produksi), iklan, dan lain-lain. Sebagai media komunikasi TV memungkinkan digunakan untuk propaganda, menghegemoni, mereproduksi ketaatan, bahkan memproduksi candu buat masyarakat. Meski ada nilai baiknya, dari sudut ini jelas tujuan positif yang diemban seperti mencerdaskan misalnya, terasa jauh.

Ada orang berambut kribo sedang ngobrol sama temannya yang agak plontos. Si kribo memberitahu kepada si plontos kalau sepeda motor yang dipinjamnya hilang. Tak lama si plontos mendapat pesan singkat / sms setelah itu dia ketawa ngakak dan si kribo menyambutnya dengan muka bingung.

Begitulah kira-kira isi tayangan sebuah iklan jasa sms. Apa yang ingin disampaikan pihak peng-iklan itu benar-benar membuat tak habis pikir. Karena mendapat pesan singkat / sms "hepi" kehilangan sepeda motor pun seolah-olah dianggap wajar dan bukan suatu masalah besar, sangat tidak mendidik. Lucu atau menipukah?

Disinilah terjadi pendistorsian nilai-nilai yang sengaja dihembuskan untuk suatu tujuan yaitu laku. Proses pembodohan sedang berlangsung dan kita menyaksikannya secara sadar. Tiada yang salah sebab iklan adalah sesuatu yang bersifat membujuk. Tak aneh jika untuk membujuk tadi sesuatu harus dilebih-lebihkan memang. Tapi kalau membujuknya sudah seperti ini saya pikir sangat menggemaskan. Negara ini rindu orang yang cerdas dan mencerdaskan.

Ah sudahlah, mungkin enakan nonton acara jorok di tivi! Gampang, murah, gak perlu mikir, dan perlu. Jadi goblok? Ah, buat apa pinter-pinter? Ntar pusing plus aneh! Makanya tak heran kalau ada anekdot bahwa otak orang indonesia paling mahal, wong gak pernah dipakai mikir dan kalau dipakai-pun mungkin buat melamun.

(c) dps ~
Palmerah - Jakarta, 26 Mei 2006 - 16:47

Thursday, December 07, 2006

@ 027 : Jus Poligami

Ketika sedang buka puasa bersama Sabtu, 14 Oktober 2006 di sebuah warung ayam , penulis disodori menu. Dalam daftar menu tersebut, ada yang sedikit menggelitik perhatian. Di deretan menu minuman jelas tertulis jus poligami. Rasa penasaran yang terbangun spontan mencoba untuk menelisik, hal seperti itu sering penulis biarkan liar. Keputusan segera diambil, dipesanlah minuman tersebut jus poligami tentu saja.

Dari seberang meja seorang teman (KA) mencoba bercerita. Dia mengatakan bahwa minuman ini paling di benci oleh ibu-ibu. "Masak sih ?" jawab penulis mencoba menggali lebih jauh. "Bukan hanya minuman ini saja, warungnya juga" imbuh KA. "Emangnya kenapa ?" tanya penulis. "Ya kamu tahukan, nama jus itu diambil dari gaya hidup yang dilakoni pemillik warung. Jumlah buah di jus itu ada empat, ini adalah jumlah istrinya" jawab KA mencoba mencerahkan. "Ooo, begitu ya" sahut penulis paham.

Terlepas benar atau salah cerita KA penulis tidak mau menggali lebih dalam, sebab jika ditanya darimana kamu tahu informasi tersebut. Mungkin KA akan menjawab katanya orang-orang sih, tebak penulis dalam hati. Selain itu, keberadaan penulis disitu dalam acara Bonansa (Obrolan Santai di Bulan Puasa) bukan untuk wawancara.

Poligami kembali mengangkasa dewasa ini bahkan sampai membawa negara ke dalam pusarannya. Ada yang menganggapnya sunah ada yang keras menentangnya. Fenomena apakah ini, bisa kita lihat dari multi perspektif. Bagi seorang muslim yang menganggapnya sunah merujuk kepada Nabi dan QS An-Nisa, 2-3. Agama yang dipahami secara parsial tanpa menengok lebih dalam tentu membahayakan. Dalam kasus ini, wanita sering menjadi korban. Apakah semua yang dilakukan nabi harus diikuti, siapakah yang berhak menafsirkan Kitab Suci, rasanya otak saya terlalu kecil untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Anda tentu pernah mendengar ungkapan boleh berpoligami asal bisa berlaku adil. Entah darimana asal-usulnya jargon tersebut, penulis menggarisbawahi kata adil. Secara eksplisit jargon tersebut justru melarang poligami karena sejatinya yang punya sifat adil hanyalah Tuhan, manusia tidak mempunyainya. Yang dapat diusahakan adalah pengejawantahan sifat-sifat Yang Maha Absolute tersebut. Jadi adilnya manusia itu adalah adil-adilan, adil yang parsial.

Dulu, di waktu kecil tentu pernah mendengar bahwa jumlah wanita dan laki-laki adalah empat dibanding satu. Jadi wajar kalau laki-laki punya istri lebih dari satu. Anehnya kita menerima dan percaya bulat-bulat dengan hal tersebut, terkadang sampai sekarang. Perhatikan teman anda yang suka mengatakan "Hari gini, punya cewek cuma satu" atau "Cewek lebih banyak dari cowok, kok masih jomblo" yang biasa terlontar dalam canda. Tanpa disadari, mungkin di dalam pikiran teman anda tersebut tertanam paradigma empat dibanding satu itu. Asumsi penulis, paradigma tersebut di sebarkan oleh orang yang menafsirkan Kitab Suci dengan ideologi patriarki yang menganut paham poligami, ini baru penulis ketahui kini.

Daripada selingkuh, mending poligami. Maraknya pelacuran itu karena perempuan tidak mau dimadu. Sahwat laki-laki yang berlebih harus disalurkan. Logika seperti ini terbalik, jika diikuti hanya akan melegalkan perselingkuhan / perzinahan, bahkan membawa seks bebas ke dalam zona suci. Poligami justru bentuk ekspresi ketidaksetaraan, perempuan ditempatkan lebih rendah dari laki-laki (MM Billah).

Ada suatu kasus dalam sebuah keluarga dimana istri sangat senang jika suaminya berpoligami. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata ada masalah seks yang tidak beres dalam keluarga tersebut. Sahwat suami sangat besar jadi istri sangat senang sekali jika suaminya berpoligami, hitung-hitung berbagi penderitaan. Tidak hanya manajemen qolbu tapi kita juga butuh manajemen sahwat (aktivis perempuan Nahdlatul Ulama Musdah Mulia).

Bagaimanakah dengan anda, apakah setuju atau katakan tidak untuk poligami. Mungkin inilah yang disebut perbedaan itu adalah rahmat. Dengan berbeda tidak harus saling meniadakan, disinilah terjadi negosiasi identitas. Yang jelas jus poligami itu halal...

salam jus poligami

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 7 Desember 2006 - 04:00

Tuesday, December 05, 2006

@ 026 : Sekolah <> Cari Uang

Paradigma kita tentang pendidikan harus diubah, tujuan sekolah itu untuk menuntut ilmu bukan mencari uang. Perkara dengan ilmu tadi kita bisa mencari uang itu soal lain.

Tak bisa dipungkiri memang masih banyak sekolah yang diproyeksikan untuk kebutuhan industri. Dengan bersekolah manusia dicetak menjadi mesin produksi, pesanan sebuah perusahaan. Anda tentu masih ingat dengan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) bukan, itu adalah salah satu contohnya. Contoh lain adalah adanya beasiswa perusahaan dan minat calon siswa yang memilih sekolah A karena pengen bekerja pada perusahaan B.

Selain itu, tidak hanya cara belajar kita yang merupakan pesanan industri, dunia pendidikan-pun dewasa ini juga sudah menjadi sebuah industri. Wacana swastanisasi perguruan tinggi adalah fenomena nyata yang bisa kita tangkap. Sekolah berbiaya mahal adalah kabar lumrah yang sering memerahkan telinga.

Dari sisi lain lembaga pendidikan dijadikan tempat indoktrinasi. Akibatnya terjadilah dehumanisasi terhadap manusia itu sendiri. Disini jelas, esensi pendidikan tidak tercapai, slogan mencerdaskan dan mencerahkan serasa sangat jauh tapi itulah problematika dunia pendidikan kita, yang perlu dibenahi.

1. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu pola pikirnya jauh lebih bagus ketimbang STM ya?
Menurut mas TCO pola pikir anak lulusan SMP dengan STM itu lebih bagus mana? Pola pikir seseorang memang tidak ditentukan apakah dia S1, D3, STM, atau SD. Tapi dari kemauannya yang kuat untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu itu salah satu jalannya adalah dengan sekolah. Jadi dengan sekolah setinggi mungkin diharapkan kemampuan normatif, kognitif, afektif dan psikomotorik anda berkembang.

2. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu jauh lebih pinter dari STM ya?
Bisa ya bisa tidak, sangat bergantung kepada si S1 dan si STM itu sendiri. Jawabannya ada di no 1.

3. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu lebih bisa menguasai bahasa asing ketimbang STM ya?
Jawaban sama dengan pertanyaan ke-2.

4. Apa memang benar, orang yang sudah S1 itu jauh lebih dewasa dari pada STM ya?
Jawaban sama dengan pertanyaan ke-3

Manusia yang mepunyai modal kecerdasan bagus sangat disayangkan jika tidak digunakan dengan maksimal. Ibarat Komputer, Prosessor yang cepat, Harddisk yang besar, Memori yang gede kan sayang jika hanya digunakan untuk aplikasi Ms Office saja. Dari sini saya hanya ingin mengatakan bahwa sekolah (menuntut ilmu) itu penting dari buaian sampai liang lahat.

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 17 November 2006 - 16:00