Monday, April 09, 2007

@ 037 : Mal dan Plaza

Mal adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektur bangunan sifatnya melebar (luas). Sebuah mal memiliki standar paling tinggi sebanyak tiga lantai. Jika ditinjau dari lokasi, mal sebenarnya diperuntukkan berada di dekat lokasi perumahan. Karena itulah bangunan mal melebar, karena dalam pada umumnya lokasi yang dekat perumahan ini, harga tanah relatif lebih murah daripada pembangunan sebuah plaza, yang berada di lokasi pusat kota.

Sedangkan plaza atau Town Square adalah pusat perbelanjaan yang secara arsitektur bangunan dirancang tinggi, memiliki lebih dari tiga lantai. Sebuah plaza umumnya dibangun dengan pilihan lokasi pusat kota, karena itulah bangunannya mengutamakan banyak lantai (tinggi), dengan tujuan untuk menghemat tempat.

Itulah definisi yang saya kutip dari wikipedia, jika berpegang pada definisi diatas apakah mal atau plaza di negeri ini sudah sesuai, sepertinya tidak. Mal atau plaza, bangunan itu? tidak mudah untuk membedakannya. Batas antara keduanya remang atau memang sudah cair. Sebuah gedung tanpa nama sulit dibedakan lagi jenisnya, ini mal atau plaza. Bagaimana dengan anda, mungkin bisa membedakan. Kenapa hal ini bisa terjadi? saya pikir karena ketiadaan semangat untuk memegang pakem.

Darimana asalnya kata itu (mal atau plaza) hingga masuk ke negeri ini saya tak tahu. Mungkin dari luar sana, negeri antah berantah yang konon katanya maju. Lalu diserap bulat begitu saja tak peduli apakah orang mengerti atau tidak. Hal seperti ini sudah lumrah, busway dan real estate barangkali adalah segelintir contoh lain saja.

Sekarang, apakah Atrium Senen itu mal atau plaza, tergantung pemiliknya bukan. Jika pemiliknya memberi nama plaza Atrium ya berarti plaza. Lalu bagaimana dengan EX dan Sarinah, disebut mal atau plaza, entahlah. Kalau begitu adanya berarti ini sebuah ketidakkonsistenan dong. Tepat dan hal itu dibiasakan.

Coba, mana yang tepat Ratu Plaza atau Plaza Ratu, Plaza Senayan atau Senayan Plaza, Plaza Semanggi atau Semanggi Plaza, Blok M Mal atau Mal Blok M, Mal Taman Anggrek atau Taman Anggrek Mal, Mal Pondok Indah atau Pondok Indah Mal. Ah itukan masalah bahasa saja. Anda benar, jika dari bahasa saja sudah terlihat kerancuan apalagi dari esensi gedung itu sendiri.

Tapi sudahlah, yang jelas saya percaya keduanya sama-sama tempat keramaian, tempat orang membunuh waktu dan menghamburkan uang yang telah dicari dengan susah. Disinilah budaya konsumerisme dibina, dipupuk dan ditumbuhkembangkan.

Berapa banyak mal atau plaza yang telah dan sedang dibangun di negeri ini, saya juga tak tahu. Yang saya tahu pasar tradisional semakin terpinggirkan dan kota ini sering banjir. Pergeseran hidup gaya terjadi, kebiasaan ke pasar tradisionalpun ditinggalkan beralihlah masyarakat ke mal atau plaza. Minum segelas kopi yang harganya lebih mahal dari lima liter bensin sudah merupakan suatu kewajaran. Semakin anda sering belanja di mal atau plaza hal itu berati semakin enak dan sukses hidup anda, benarkah pemikiran seperti itu? tak perlu dijawab.

Di kota ini sudah berapa mal atau plaza pernah saya kunjungi, tak bisa lagi dihitung. Mulai dari pinggir sampai tengah kota rasanya sudah, yang terkenal saja tentunya. Mal atau plaza yang baru dibangun sering menggoda gairah untuk menjamahnya. Rasa ingin tahu adalah naluri alam yang dimiliki setiap insan.

Mal atau plaza adalah tempat berkumpul berbagai macam orang, ada yang asli dalam dan luar negeri. Usia dan gaya merekapun beragam, mulai dari bayi hingga mbah, gembel hingga konglomerat, yang pamer belahan dada hingga yang pakai jilbab, bak virus flu siapapun bisa terinfeksinya. Yang bikin decak yang setengah-setengah, yaitu asli pribumi tapi tampilan bule, sosok identitas yang jelas dalam ketidakjelasan. Tidak hanya tempat berbelanja mal atau plaza juga tempat bersosialisasi, penegasan identitas dan pertemuan segala budaya.

Perlu menjadi catatan tersendiri adalah keberadaan musholla. Tempat ibadah yang satu ini sangat dibutuhkan bagi kaum agamis. Pihak pengelola ada yang membangunnya dengan baik dan layak, seperti memberi tempat yang luas, berpendingin AC, menjaga kebersihannya. Hal ini saya temukan di plaza Senayan, Artha Gading dan Pondok Indah Mal II. Namun, ada juga yang membangunnya asal ada, lokasinya di area parkir, tempatnya sempit, kotor dan tak terawat. Pendek kata, amat sangat pincang sekali dengan kemegahan toko-tokonya. Hal ini bisa ditemukan di mal Taman Anggrek, plaza Semanggi dan Atrium.

Di tengah zaman edan dewasa ini, apakah masih penting untuk membicarakan sarana ibadah, entahlah. Di saat orang sudah mabuk terhadap materi masihkah perlu menuntut sarana ibadah, entahlah.

Kegeraman tak terbendung jika sebuah mal dan plaza yang dibangun sangat megah abai terhadap fasilitas yang satu ini. Kepada siapa harus saya lampiaskan amarah ini? saya tak tahu. Apakah ibadah sudah menjadi hal yang aneh, apakah kesejukan jiwa setelah dekat kepada-Nya bukan sesuatu yang penting lagi. Jika memang begitu adanya, benar-benar sebuah kengerian yang nyata.

(c) dPs~
Kemayoran - Jakarta, 08 April 2007 - 01:30

Thursday, April 05, 2007

@ 036 : Ketika hanya Ada Aku

Surya tenggelam sudah tadi, gelak tawa dan riuh canda orang sudah tadi, kini dalam hening hanya ada aku. Hanya jam dinding yang berdetak tapi kali ini detaknya pun tak kudengar. Tak ada bunyi tak ada cahaya, sunyi yang akut menghampiri.

Tiba-tiba bulu kuduku merinding, tubuh ini menggigil dan gemetar, sekarang tak ada lagi batas antara. “Wahai kamu, sudah cukup nikmat-Ku, bagaimana jika sekarang Aku panggil menghadap” datang suara menyeru.

Tak lama kemudian, air mata ini menetes, badan dingin dan keringatku mengucur. Jiwaku bergetar tak kuasa lagi untuk membendungnya, aku takut dan sangat takut sekali. Aku berteriak kencang meminta tolong tetapi tak seorangpun yang mendengar. Kemanakah orang-orang yang aku cintai, teman-teman dan tetangga yang bercanda denganku tadi siang, kemanakah semuanya?.

“Jangan sekarang, aku belum siap, bagaimana dengan orang-orang yang aku cintai”. Beribu jawaban penuh alasan mencoba menjawab suara itu berbarengan dengan air mata yang kian deras, deras dan deras.

“Kalau begitu, kenapa kakimu gemar melangkah ke lembah nista, matamu suka melihat yang hina, acuh setiap mendengar seruan-Ku, senang tinggalkan perintah dan bahkan berkawan dengan larangan-Ku, apakah kakimu lumpuh, matamu buta, telingamu tuli, dan hatimu beku” seru suara.

Aku diam.

Kapan dan dimanapun saat teringat itu, hatiku kembali menggigil berbarengan dengan tetes air mata. Pun saat jariku menekan keyboard waktu mengetik catatan ini, aku tak kuasa. Akankah sia-sia bila akhir waktu datang menjemputku? Duh Gusti Allah, hamba-Mu ini lemah dan hina, izinkanlah hamba menghadap-Mu dengan semua kebersihan jiwa dan ragaku. Bila waktu itu datang, akhirilah dengan jalan-Mu yang terbaik, Amin.

Dua lagu dari mas Opick…

1. Bila Waktu Telah Berakhir

Bagaimana kau merasa bangga
Akan dunia yang sementara
Bagaimanakah bila semua
Hilang dan pergi meninggalkan dirimu

Bagaimanakah bila saatnya
Waktu terhenti tak kau sadari
Masihkah ada jalan bagimu
Untuk kembali mengulang ke masa lalu

Dunia....
Dipenuhi dengan hiasan
Semua..
Dan segala yang ada akan kembali pada-Nya

Bila waktu telah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati tinggalah sepi...

2. Irhamna

Tinggi menggunung dosa-dosa kami
Bertambah tinggi semakin hari
Berjuta kesalahan berlapis kesombongan
Selalu saja datang menghampiri

Langkah yang rapuh jiwa yang lemah
Segala salah adalah milik kita

Segala puji hanya bagi-Mu
Lautan ampunan kasih sayang-Mu
Engkau yang pemurah Engkau yang pemaaf
Hanya pada-Mu hati ini berharap

Irhamna ya Allah ya Rahman ya Rahim 4x

Kasihanilah kami
Ampunilah kami
Selamatkanlah kami
Ampun aaaa
Ampun aaaa

Langkah yang rapuh jiwa yang lemah
Segala salah adalah milik kita

Irhamna ya Allah ya Rahman ya Rahim 4x

(Irhamna ya Allah ya Rahman ya Rahim)
Ya Allah ya Rahman ya Allah ya Rahim
Ya Allah...
(diulang 2x)

(c) dPs~
Kemayoran - Jakarta, 04 April 2007 - 02:30