Friday, May 25, 2007

@ 038 : Satu Wanita Dua Lelaki

Sebut saja namanya Susi. Usia masih muda sekitar 20 tahun, berparas ayu dan segar. Tubuhnya penuh lekuk, tatapan matanya menggoda dan senyumnya menantang. Wajar membuat otak lelaki berfantasi liar. Pesonanya bak magnet, menarik semua besi. Sebuah keindahan yang tercipta dalam wujud ragawi seorang perempuan.

Susi, mahasiswi sekaligus karyawati. Tinggal sendiri di sebuah rumah kos. Sore itu dia pulang dengan mobil diantar oleh seorang lelaki paruh baya, panggil saja om Joni. Mungkin 50 tahun sudah ada. Pagi harinya, om Joni datang lagi menjemput lalu pergi membawanya entah kemana.

Susi punya seorang pacar sebut saja Jono. Dia sering datang kerumahnya, kadang hampir tiap hari. Entah apa yang dilakukan mereka, mungkin hanya mengobrol, tak tahulah? Pulang sampai larut sudah kebiasaan Jono, pernah juga dia terlihat menginap.

Jono tahu kalau Susi sering diantar jemput oleh om Joni. Rupanya Susi adalah wanita simpanan om Joni, hal inipun Jono mengerti. Tidak mudah membuktikannya, seperti gosip yang nyata saja. Ini sudah menjadi rahasia umum.

Rasa penasaran sering menggelitik untuk mencari jawab. Ada apa dibalik ini semua. Apakah yang dicari Susi? Kenapa bisa begitu mudahnya dia memberikan kemaluannya. Apakah aliran duit dari om Joni dan sekaligus cinta dari Jono. Tak sesederhana itu memang, barangkali hanya Susi sendirilah yang bisa menjawabnya.

Seandainya ini terjadi atas nama kemiskinan sungguh sangat perih dan menyesakkan. Apakah kemiskinan harus dijadikan pembenaran lagi, aku semakin tak mengerti.

Bagaimana dengan Jono, apa pula yang dia inginkan? Apakah keindahan tubuh Susi ataukah cintanya, entahlah.

Kehidupan Susi dan Jono sepertinya sudah demikian bebasnya, hingga tak kenal lagi batas. Anehnya, orang sekitar membiarkannya, termasuk aku. Apakah ini yang disebut dengan modern, aku rasa bukan.

Atau, mungkin zaman edan itu memang benar-benar ada. Satu wanita untuk dua lelaki, sesuatu yang sulit diterima tentunya. Hhmm, rupanya norma, cinta dan uang sudah meleleh, lebur dan cair dalam birahi.

Mengusir, mengucilkan, menghina, merendahkan atau mencambuknya apakah itu sikap yang pantas, mungkin. Mungkin ya mungkin tidak? Bukankah pendosa juga merindukan jalan-Nya untuk menuju pulang.

Kemarin berhembus berita yang tidak jelas, Susi hamil. Benarkah berita itu, biarkan waktu yang akan menjawabnya. Seandainya saja benar, lantas siapa yang akan menjadi bapak buat anak Susi kelak, entahlah. Mungkin Susi sendiri tak bisa menjawab.

Sekali lagi aku hanya diam dan menyaksikan semuanya dari balik kaca cendela jendela. Duh Gusti ampunilah hamba-Mu yang lemah ini.

(c) dPs~
Kemayoran - Jakarta, 25 Mei 2007 - 20:00