Friday, October 28, 2005

@ 012 : Mudik

Selembar tiket mudik itu mahal. Untuk mendapatkannya banyak orang rela membayar lebih, diantaranya adalah aku. Tiket mudik tahun ini aku peroleh dari seorang calo. Mahal bukan hanya sekedar harga tapi juga cara mendapatkannya.

Kisah berawal dari area parkir stasiun Juanda Djakarta Poesat. Seorang calo menawarkan sebuah tiket. Keingananku sholat ied di kampung membuat aku tidak bisa lagi berpikir jernih. Calo yang biasanya aku kecam kini menjadi sahabat, stigma negatifku terhadap mereka selama ini luluh begitu saja dihadapan selembar tiket.

Dalam keadaan terdesak kadang kita menggadaikan nurani agar kepentingan tercapai. Disinilah manusia mulai menganut paham menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Percaloan dianggap sebagai balas upah. Calo mengantri tiket dan pembeli membayar lebih sebagai ganti upah. Calo butuh uang, pembeli butuh tiket. Sekilas terlihat seperti simbiosis mutualisme tapi sebenarnya hal ini merusak ekosistem. Semoga Allah mengampuni kekhilafan hamba-Nya.

Dengan sepeda motor milik calo, aku dibonceng ke rumahnya untuk mengambil tiket. Sempat terlintas keraguan, apakah calo ini bukan rampok, aslikah tiket itu dan lain sebagainya. Tidak mudah bukan menyerahkan diri kepada orang yang baru 15 menit kita kenal.

Kurang dari 30 menit tiket sudah berada ditangan, keasliannya akan teruji pada hari H. Beresiko memang tapi itu adalah konsekuensi dari sebuah pilihan bukan?

Selamat tinggal Djakarta, selamat datang mBlitar wabil khusus Wlingi...

--= semoga kita kembali fitri =--

(c) dps

Wednesday, October 05, 2005

@ 011 : Bahagia

Sejak diciptakan, manusia selalu mencari letak kebahagiaan di dunia ini. Tak sedikit mereka yang mengejar hingga ke pelosok ruang yang sempit. Berbagai daya dan energi dikerahkan untuk menemukannya. Daya dan energi itu termasuk waktu, pikiran, tenaga dan jiwa.

Perlahan mereka mulai menemukan apa yang disebut kebahagiaan. Kebahagian itu ternyata terletak pada materi. Jika kita mempunyai materi yang banyak kita bisa berbuat apa saja sesuai dengan keinginan.

Karena materi menjadi tolok ukur tak sedikit manusia mengorbankan fitrahnya untuk menjadi bahagia. Bahkan mereka menempuh segala cara untuk mendapatkannya. Ada yang melacurkan diri dengan menjual tubuh, menjadi penjilat, pemfitnah, koruptor, penindas, pelit, penimbun, maling dan lain sebagainya. Dengan demikian apakah benar materi adalah sumber kebahagiaan, silahkan berandai-andai sendiri.

Coretan ini tidak mengajak pembaca untuk jadi miskin, materi tetap penting tapi tidak utama.

--= kebahagiaan adalah saat kita dekat dengan-Nya =--

(c) dps

Sunday, October 02, 2005

@ 010 : Kenaikkan BBM

Kerapuhan ketahanan energi nasional membuat Indonesia limbung menghadapi harga minyak dunia yang melangit. Ironis memang, disaat harga minyak dunia tinggi kita bukan menikmati hasil malah menuai rugi. Sebagai negara produsen minyak kita belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan BBM 1,2 juta liter per hari, 700 ribu liternya kita impor sebut pak Purnomo menteri ESDM.

Dengan harga BBM luar negeri yang terus meroket tersebut, pemerintah akan menaikkan harga dengan cara mengurangi subsidi mulai 1 Oktober 2005. Usaha ini menuai badai kritik di berbagai daerah seperti Jakarta, Yogya, Semarang, Surabaya, Makasar, Medan dan kota lainnya. Demo yang terjadi tak jarang berakhir anarkis seperti yang terjadi di salemba depan UKI, saat dibubarkan mahasiswa melempari polisi dengan bom molotov dan batu.

Efek psikologis dari isu kenaikkan BBM mengakibatkan kepanikan, masyarakat berbondong-bondong menyerbu SPBU. Hampir di seluruh pelosok negeri terjadi antrian. Untuk mendapatkan BBM masyarakat harus menunggu sampai satu jam lebih. SPBU adalah tempat yang sangat penting saat itu.

Berbagai kepanikan yang ada diatas menyebabkan BBM langka, kemacetan lalu lintas tak terhindarkan lagi, Jakarta menjadi ruwet (srabut mawut). Saat seperti ini masih ada segelintir orang yang memanfaatkan suasana dengan cara menimbun. Aduh, saya sungguh tidak mengerti bagaimana cara orang seperti itu berfikir ???

Waktu yang Dinanti
Di gedung departemen keuangan tanggal 1 Oktober 2005 jam 00:00 WIB pemerintah diwakili oleh sembilan menteri mengumumkan kenaikan BBM. Sembilan menteri itu adalah menko perekonomian Aburizal Bakrie, menko kesra Alwi Shihab, menteri keuangan Jusuf Anwar, menteri perdagangan Andung Nitimihardja, menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, menteri perindustrian Mari Elka Pangestu, menteri perhubungan Hatta Rajasa, menteri PPN/kepala Bappenas Sri Mulyani, menteri sosial Bachtiar Chamsyah.

Harga premium naik dari Rp 2.400/liter menjadi Rp 4.500/liter, solar Rp 2.100/liter menjadi Rp 4.300/liter, dan minyak tanah Rp 700/liter Rp menjadi 2000/liter. Kenaikan ini diluar dugaan saya, kenaikan yang cukup fantastis tentu saja.

Apakah masyarakat mampu dan mau menerima kenaikkan BBM tersebut, saya kurang tahu. Yang saya khawatirkan adalah jika masyarakat sudah kehilangan kontrol karena tidak mempunyai daya beli dan pemerintah kehilangan legitimasinya bukan tidak mungkin kekacauan Mei 98 akan terulang lagi. Rasanya terlalu negatif saya berfikir tapi berbagai kejadian di tanah air sebelum 1 Oktober 2005 rasanya cukup untuk menjadi tanda peringatan buat saya untuk waspada.

Kantor Pos
Setelah pengumuman kenaikkan BBM,
tiba-tiba kantor pos menjadi tempat penting. Keberadaan kantor pos yang mulai terlupakan sejak munculnya teknologi selular dan internet kini sangat dicari. Hal ini tak lepas dari pencairan biaya kompensasi BBM tahap I, Maret 2005.

Masyarakat kembali berbondong-bondong, kali ini tidak ke SPBU tapi ke kantor pos. Antrian terjadi lagi, masyarakat yang mendapatkan KKB (Kartu Kompensasi BBM) mulai mencairkan dana Rp 300 ribu untuk tiga bulan. SPBU sepi, kembali ke wajah aslinya.

Setelah BBM naik
Seiring dengan biaya kompensasi, badai demo mulai mereda. Meskipun demikian bukan berarti tekanan terhadap pemerintah berhenti. Para sopir angkutan menuntut penyetaraan tarif, mogok terjadi diberbagai daerah, sopir yang masih beroperasi dicegat dan disuruh mogok, orang mau mencari rezeki kok dilarang, begitu rendahkah mental kita. Kasus ini terjadi di Jakarta, Solo dan kota lain.

1 Oktober 2005 jam 18:50 WIB Bali dikagetkan ledakan bom di Jimbaran. Korban tewas lebih dari 20 orang, peristiwa ini disorot dunia internasional. Motif peledakan belum diketahui, ada kaitan dengan kenaikkan BBM atau tidak. Pelakunya-pun masih menjadi tanda tanya. Belum genap tiga tahun Bali kembali diguncang teror, bebarengan dengan itu Jakarta ditetapkan siaga satu. Begitu berantai masalah di negeri ini, semoga "mereka" dan kita tidak putus asa untuk terus mencari solusi terbaik berbagai masalah itu.

"mereka" = pemimpin yang baik

--= mari kita bangun peradaban kita sebagai manusia Indonesia =--

(c) dps