Friday, January 12, 2007

@ 032 : Konser Tewaskan 10 Orang

Berita ini mungkin sudah basi tapi tidak apa-apa, demi kesehatan saya harus menulisnya. Konser kelompok musik ungu di Stadion Widya Manggala Krida, Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Selasa (19/12/2006) malam menewaskan 10 orang penontonnya. Peristiwa ini terjadi akibat berdesak-desakan dan saling injak antar penonton.

Korban tewas adalah sebagai berikut :
"Ratih Wulandari (17) warga Pemalang; Nurhikmah (15), warga Kedungwuni, Pekalongan; Adi Santoso (20), warga Kutorejo Kajen, Pekalongan; Supriyanto (15), warga Bojong, Pekalongan; Suwito Jati (15), warga Pemalang; Andi Satria (15), warga Salakbrojo, Pekalongan; pasangan suami-istri, Eko Yulianto (20) dan Nok Oviatun (17), warga Salakbrojo Kedungwuni; dan Anton Alatas (16), warga Batang." (Kompas, Rabu, 20 Desember 2006).

Dalam acara Kick Andy yang ditayangkan Metro TV Kamis (11/1) pukul 22:30, ibu Rizkiyah tak kuasa menahan tangis saat ungu melantunkan lagu Andai Ku Tahu. Spontan, beliau teringat Nurhikmah, anak perempuannya yang tewas. Air matanya mengalir deras membuat suasana menjadi bisu. Saat itu juga dadaku sesak menyaksikannya, perih. Ya Allah, kuatkanlah hati ibu Rizkiyah, bimbinglah dia, dia adalah orang desa yang jujur, polos dan tidak tahu apa-apa.

Ibu Rizkiyah menceritakan bahwa tadinya ia sempat melarang keinginan putrinya untuk nonton, tapi putrinya bilang kalau dia ingin bisa melihat idolanya langsung bukan hanya di TV saja. Putrinya juga tidak punya uang tapi ada temannya yaitu Ani yang mau meminjamkan uang Rp 20 ribu. Nurhikmah, Ani dan Casmari naik satu sepeda motor menempuh jarak 15 Km ke stadion.

Mendengar cerita ini, dadaku bertambah pilu. Tergambar figur seorang ibu yang ingin anaknya senang dan perjuangan seorang gadis desa dengan kehidupan yang sederhana rela meminjam uang, menempuh jarak yang tidak dekat hanya untuk melihat langsung idolanya. Ya Allah, ampunilah dosa almarhum dan terimalah amalanya. Peristiwa ini mengingatkanku pada masa lalu.

Waktu itu di desa jika ada konser dangdut sering ada yang ribut dan berujung maut, kerumunan dan joget ditambah bau alkohol yang menyengat menjadikan suasana bertambah gelap. Kejadian seperti ini juga aku temui saat sekolah di kota.

Ketika ada konser kali ini bukan dangdut (sebab orang kota "mengharamkan" dangdut) tapi musik cadas, kerusuhan yang berujung mautpun terjadi. Orang kota lebih beringas, masa yang terlibat lebih banyak, menggunakan sajam (senjata tajam) dan sapul (senjata tumpul) sehingga sudah seperti perang kolosal zaman Majapahit, sepertinya.

Berita terkini (13/1) adalah pentas seni SMA 44 di parkir barat gelora bung Karno berakhir anarkis, panggung dihancurkan dan puluhan mobil dirusak, duhh.

Bukan untuk menyalahkan siapapun. Kejadian-kejadian seperti diatas sangat menusuk nurani dan tak bisa dibiarkan. Bukan untuk melarang tapi kita (khususnya saya) tentu rindu suatu hiburan yang menyejukkan, bukan.

Wahai orang-orang desa, janganlah rasa haus hiburan kalian semakin menggelapkan keadaan yang sudah gelap. Sadarlah, bangunlah bangunlah bangunlah, ora ndelok artis ora pateken. Artis dan grup musik itu belum layak kalian jadikan panutan. Dan untuk orang kota, tentu kalian lebih pintar menyikapi masalah seperti ini.

(c) dPs ~
Palmerah - Jakarta, 15 Januari 2007 - 02:25