Thursday, August 18, 2005

@ 006 : Terjajah di Hari Merdeka

Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya. Indonesia sejak dulu kala, selalu di puja-puja bangsa. Di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda. Tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata.

Dirgahayu ke-60 NKRI, semoga menjadi negara yang "gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo".

Agustus adalah bulan yang menyenangkan selain bulan Ramadhan buatku. Semua ini tak lepas dari perjalanan rohani yang aku alami tentunya.

catatan Agustus 2004, untung masih tersimpan di PC ;p...
Dulu, waktu kecil di Wlingi sebuah desa kecil di kaki gunung Kelud mBlitar, aku termasuk salah satu orang yang paling senang jika bulan sudah Agustus. Kenapa? karena banyak hiburan yang bisa aku liat dengan gratis waktu itu, mulai dari lomba-lomba, karnaval, baris-berbaris dari ibu-ibu sampai pelajar, gugur gunung gotong royong ngecat pager dsb. Maklum org nDeso selalu haus hiburan ;p.

Aura dan suasana seperti itu lama sudah tak aku rasakan sejak aku pindah ke Djakarta. Entah, budaya seperti itu masih ada apa nggak kini? Mungkin ada walaupun tak semeriah dulu ato aku saja yang mungkin sudah kehilangan rasa itu.

17 Agustus 2004 di Kebon Sirih Djakarta, kebetulan aku lagi sendiri di kamar kos. Teman sekamarku (mas Erfan) lagi kerja waktu itu. HHmmmm, Djakarta kadang memang tak memanusiakan manusianya, hari libur begini kok ya masih kerja, apa yang dicari? kadang aku juga tak mengerti...

Dari pagi sampai siang agak sore, aku pelototin TV berharap ada acara yang menayangkan riuh meriah geliat Agustus-an di pelosok tanah air. Jujur saja memang aku lagi rindu banget dengan suasana masa kecilku, dulu.

Kebetulan ada stasiun TV yang menyiarkan perjuangan tokoh-tokoh kemerdekaan, bung Karno, bung Hatta dan Sutan Sjahrir, pikiran ini langsung melayang ke sejarah, seolah-olah aku lagi duduk di bangku kelas. Terlalu berlebih rasanya tapi memang itu kenyataanya.

Orang berjiwa besar (pahlawan), menguras tenaga dan pikiran mengorbankan semuanya hanya untuk satu kata yaitu "MERDEKA". Aku bangga dengan mereka, dengan bangsaku dan nenek moyangku ternyata dulu memang hidup layak (enak) itu sulit, tayangan itu sama dengan cerita bapak dan eyangku dulu, hhmmm...;(.

Dari situ pikiranku kembali menerawang, di jaman sekarang ini sudah sejauh manakah kita mengisi hidup ini dengan sesuatu yang positif? kenapa masih ada yang teler, masih ada gelandangan, masih ada penindasan, degradasi moral, masing-masing tentu punya jawabannya. Yang jelas, jangan pernah meninggalkan sejarah, semoga jiwa dan semangat mereka (baca pahlawan) terus ada dalam dada...
akhir tulisan...

--= sudahkah kita disebut pahlawan, meskipun untuk diri sendiri =--

(c) dps

No comments: