Thursday, December 07, 2006

@ 027 : Jus Poligami

Ketika sedang buka puasa bersama Sabtu, 14 Oktober 2006 di sebuah warung ayam , penulis disodori menu. Dalam daftar menu tersebut, ada yang sedikit menggelitik perhatian. Di deretan menu minuman jelas tertulis jus poligami. Rasa penasaran yang terbangun spontan mencoba untuk menelisik, hal seperti itu sering penulis biarkan liar. Keputusan segera diambil, dipesanlah minuman tersebut jus poligami tentu saja.

Dari seberang meja seorang teman (KA) mencoba bercerita. Dia mengatakan bahwa minuman ini paling di benci oleh ibu-ibu. "Masak sih ?" jawab penulis mencoba menggali lebih jauh. "Bukan hanya minuman ini saja, warungnya juga" imbuh KA. "Emangnya kenapa ?" tanya penulis. "Ya kamu tahukan, nama jus itu diambil dari gaya hidup yang dilakoni pemillik warung. Jumlah buah di jus itu ada empat, ini adalah jumlah istrinya" jawab KA mencoba mencerahkan. "Ooo, begitu ya" sahut penulis paham.

Terlepas benar atau salah cerita KA penulis tidak mau menggali lebih dalam, sebab jika ditanya darimana kamu tahu informasi tersebut. Mungkin KA akan menjawab katanya orang-orang sih, tebak penulis dalam hati. Selain itu, keberadaan penulis disitu dalam acara Bonansa (Obrolan Santai di Bulan Puasa) bukan untuk wawancara.

Poligami kembali mengangkasa dewasa ini bahkan sampai membawa negara ke dalam pusarannya. Ada yang menganggapnya sunah ada yang keras menentangnya. Fenomena apakah ini, bisa kita lihat dari multi perspektif. Bagi seorang muslim yang menganggapnya sunah merujuk kepada Nabi dan QS An-Nisa, 2-3. Agama yang dipahami secara parsial tanpa menengok lebih dalam tentu membahayakan. Dalam kasus ini, wanita sering menjadi korban. Apakah semua yang dilakukan nabi harus diikuti, siapakah yang berhak menafsirkan Kitab Suci, rasanya otak saya terlalu kecil untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Anda tentu pernah mendengar ungkapan boleh berpoligami asal bisa berlaku adil. Entah darimana asal-usulnya jargon tersebut, penulis menggarisbawahi kata adil. Secara eksplisit jargon tersebut justru melarang poligami karena sejatinya yang punya sifat adil hanyalah Tuhan, manusia tidak mempunyainya. Yang dapat diusahakan adalah pengejawantahan sifat-sifat Yang Maha Absolute tersebut. Jadi adilnya manusia itu adalah adil-adilan, adil yang parsial.

Dulu, di waktu kecil tentu pernah mendengar bahwa jumlah wanita dan laki-laki adalah empat dibanding satu. Jadi wajar kalau laki-laki punya istri lebih dari satu. Anehnya kita menerima dan percaya bulat-bulat dengan hal tersebut, terkadang sampai sekarang. Perhatikan teman anda yang suka mengatakan "Hari gini, punya cewek cuma satu" atau "Cewek lebih banyak dari cowok, kok masih jomblo" yang biasa terlontar dalam canda. Tanpa disadari, mungkin di dalam pikiran teman anda tersebut tertanam paradigma empat dibanding satu itu. Asumsi penulis, paradigma tersebut di sebarkan oleh orang yang menafsirkan Kitab Suci dengan ideologi patriarki yang menganut paham poligami, ini baru penulis ketahui kini.

Daripada selingkuh, mending poligami. Maraknya pelacuran itu karena perempuan tidak mau dimadu. Sahwat laki-laki yang berlebih harus disalurkan. Logika seperti ini terbalik, jika diikuti hanya akan melegalkan perselingkuhan / perzinahan, bahkan membawa seks bebas ke dalam zona suci. Poligami justru bentuk ekspresi ketidaksetaraan, perempuan ditempatkan lebih rendah dari laki-laki (MM Billah).

Ada suatu kasus dalam sebuah keluarga dimana istri sangat senang jika suaminya berpoligami. Setelah ditelisik lebih jauh ternyata ada masalah seks yang tidak beres dalam keluarga tersebut. Sahwat suami sangat besar jadi istri sangat senang sekali jika suaminya berpoligami, hitung-hitung berbagi penderitaan. Tidak hanya manajemen qolbu tapi kita juga butuh manajemen sahwat (aktivis perempuan Nahdlatul Ulama Musdah Mulia).

Bagaimanakah dengan anda, apakah setuju atau katakan tidak untuk poligami. Mungkin inilah yang disebut perbedaan itu adalah rahmat. Dengan berbeda tidak harus saling meniadakan, disinilah terjadi negosiasi identitas. Yang jelas jus poligami itu halal...

salam jus poligami

(c) dps ~
Palmerah
Jakarta, 7 Desember 2006 - 04:00

No comments: